Guruku Liar Sekali

Ini pengalaman kencan seksku sebelum saya mengenal internet, tepatnya ketika saya masih duduk di dingklik SMA. Sedang teman kencanku yaitu seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang gres dan masih lajang. Saat itu umurku masih menginjak 19-20 tahun. Sedang guru lukisku itu yaitu guru perempuan paling muda, gres 25 tahun. Semula saya memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid kepada gurunya. Tapi sejak kami bersahabat dan ia mengajariku making love, lama-lama saya memanggilnya dengan sebutan Mbak. Tepatnya, Mbak Yani. Mau tahu ceritanya?

*****

Sore itu ada seorang anak kecil tiba mencari ke rumah. Aku diminta tiba ke rumah Mbak Yani, tetangga kampungku, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak.

"Cepat ya, Mas. Sudah dinantikan Mbak Yani," ujar anak SD tetangga Mbak Yani.

Dalam hati, saya sangat girang. Betapa tidak, guru seni lukis itu rupanya makin lengket denganku. Aku sendiri tak tahu, kenapa ia sering minta tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas, sejak ia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di semak-semak hutan, Mbak Yani makin sering mengajakku pergi. Dan sore ini ia memintaku tiba ke rumahnya lagi.

Tanpa banyak pikir saya pribadi berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku. Setibanya di rumah Mbak Yani, suasana sepi. Keluarganya tampaknya sedang pergi. Betul, ketika saya mengetuk pintu, hanya Mbak Yani yang tampak.

"Ayo, cepet masuk. Semua keluargaku sedang pergi menghadiri program hajatan saudara di luar kota," sambut Mbak Yani sambil menggandeng tangganku.

Darahku mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Yani. Betapa tidak, pakaian yang dikenakan luar biasa sexy, hanya homogen daster pendek hingga tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.

"Anu, Bud.. Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya.. Kau tak keberatan kan," pinta Mbak Yani kemudian.

Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.

"Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kamu teliti ya. Nanti keburu mahrib."

Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya saya tetapkan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi saya tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa. Yang jelas, saya sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya, ketika saya menelusuri kabel-kabel, saya belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian saya pindah ke kamar sebelah. Aku juga tak sanggup menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, hingga akhirnya saya harus meneliti kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar yang dipenuhi dengan aneka lukisan sensual. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, saya belum sanggup menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Mbak Yani tetap gelap total. Dan saya hanya mengandalkan pinjaman sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero kota. Tidak-bisa tidak, saya harus berhenti. Maunya saya ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi.

"Wah, maaf Mbak saya tak sanggup menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel pecahan puncak atap rumah yang kurang beres. Kaprikornus besok saya harus bawa tangga khusus," jelasku sambil melangkah keluar kamar.
"Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu," balas Mbak Yanti, "Itu es tehnya diminum dulu."

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua bercakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita persoalan pribadi yang kami tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Yani selama ini. Mbak Yani juga tidak ketinggalan menanyakan soal puisi indah tulisannya yang ia kirimkan padaku lewat kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.

Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang menggairahkan jiwa. Bahkan, Mbak Yani tak segan-segan membelai wajahku, mengelus telingku dan seterusnya. Tak sadar, badan kami berdua jadi berhimpitan hingga menyebabkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi sesudah dadaku melekat erat pada payudaranya yang berukuran tidak begitu besar namun bentuknya indah dan kencang. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai bangkit mengencang. Aku tak sadar, bahwa saya sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku tampaknya mengalahkan nalar sehatku. Mbak Yani sendiri juga tampaknya mempunyai pikiran yang saja. Ia tidak henti-hentinya mengulumi bibirku dengan nafsunya.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku dan Mbak Yani masih tetap saling memagut, tanganku mulai menggerayangi badan guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Mbak Yani yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas pecahan badan yang sensitif tersebut.

"Aaah.. Budi.. Aah.." Mbak Yani mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.

Mengetahui Mbak Yani tidak menghalangiku, saya semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang gres pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui kain blus yang dikenakan Mbak Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.

"Uuuhh.. Mbak.." Aku mendesah ketika mencicipi ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.

Penisku pun bertambah menegang akhir sentuhan tangan Mbak Yani ini, membuatku pecahan selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Mbak Yani juga merasakannya, membuatnya semakin berangasan meremas-remas penisku itu dari balik celana panjangku. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga menciptakan kami melupakan korelasi kami sebagai guru-murid.

"Aaauuhh.. Bud.. Uuuh.." Mbak Yani mendesis-desis dengan Yanirnya lantaran remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing blus Mbak Yani dari yang paling atas hingga kancing terakhir. Lalu Mbak Yani sendiri yang menanggalkan blus yang dikenakannya itu. Aku terpana sesaat melihat badan guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tetapi saya segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang Mbak Yani, membuatnya menggerinjal-gerinjal sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Yani sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak Yani tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Yani yang pribadi saja menjadi sangat keras. Memang gres kali ini saya menggeluti badan indah seorang wanita. Namun memang insting kelelakianku membuatku seperti sudah mahir melakukannya.

"Uhh.. Hmm ahh.." Mbak Yani tidak sanggup menahan desahan-desahan nafsunya.

Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, menciptakan nafsu birahinya semakin membulak-bulak.

Kupegang tali pengikat beha Mbak Yani kemudian kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah hingga ke perut Mbak Yani. Puting susu Mbak Yani yang sudah begitu mengeras itu pribadi mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku pribadi saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani. Kuingat masa kecilku dulu ketika masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja payudara guru sekolahku ini belum sanggup mengeluarkan air susu. Mbak Yani menggeliat-geliat akhir rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

"Oooh. Buud' desahan Mbak Yani semakin usang bertambah keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga mustahil ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Yani yang sebelah kiri, yang sudah berair berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput mendapatkan jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan Yanirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Yani. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, ibarat halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani pun semakin merintih-rintih lantaran mencicipi geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan menggunakan sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

"Aaahh.. Hmm.." Mbak Yani menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak Yani yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak Yani kenakan. Kemudian dengan sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana jeans itu ke bawah hingga ke mata kaki. Tubuh pecahan bawah Mbak Yani kini hanya dilindungi oleh selembar celana dalam dengan materi dan warna yang seragam dengan behanya. Meskipun begitu, tetap sanggup kulihat warna kehitaman kurang jelas di pecahan selangkangannya.

Ditunjang oleh nafsu birahi yang semakin menjulang tinggi, tanpa berpikir panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya yang masih menutupi badan Mbak Yani yang memang sintal itu. Dan akhirnya badan mulus guru sekolahku itu pun terhampar bugil di depanku, siap untuk kunikmati.

Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Mbak Yani di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman walaupun belum begitu banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh verbal dan bibirku dengan tanpa henti.

"Ooohh..

Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Mbak Yani yang mulai dibasahi cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang berjulukan klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan tersebut kini sudah menjadi gelitikan, bahkan tak usang kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Mbak Yani yang bertambah merah akhir sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional, menciptakan badan pemiliknya itu semakin menggerinjal-gerinjal tak tentu arahnya.

Melihat Mbak Yani yang tampak semakin merangsang, saya menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Mbak Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih sempit itu.

Puas menjelajahi klitoris Mbak Yani, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Dengan susah payah memang, lantaran vagina Mbak Yani memang masih teramat sempit. Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada ketika setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina Mbak Yani, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup lentur.

"Hmm.. Bud.."

Mbak Yani merintih kecil seraya meringis ibarat menahan rasa sakit. Saat itu juga, saya pribadi sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Mbak Yani yaitu selaput daranya yang masih utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru saya tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Yani, ternyata guru sekolahku itu masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut padanya. Dan untuk menghargainya, saya tetapkan tidak akan melanjutkan perbuatanku itu.

"Bud.. Jangan berhenti.." tanya Mbak Yani dengan nafas terengah-engah.
"Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau saya terusin kan Mbak bisa.."

Mbak Yani malah menjulurkan tangannya menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak pribadi bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak sanggup membantah apapun lagi, bahkan saya ibarat melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.

Dengan secepat kilat, Mbak Yani memegang kolor celana pendekku itu, kemudian dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Yani tampak berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku. Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, menciptakan penisku itu semakin bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya kini sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akhir rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.

"Mbak.. Aku buka dulu ya," tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.

Penisku yang sudah begitu tegangnya ibarat meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.

"Aw!" Mbak Yani menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.

Namun kemudian ia meraih penisku itu dan perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang 'meriam'-ku itu, sehingga menciptakan otot-otot yang mengitarinya bertambah terperinci kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya. Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan membimbingnya menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu sempurna ke arah lubang vaginanya.

Sekilas, saya ibarat sadar. Astaga! Mbak Yani kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti kalau saya hingga menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui saya bekerjasama seks dengan guru sekolahku sendiri? Akhirnya saya tetapkan tidak akan melaksanakan penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Mbak Yani. Kutempelkan ujung penisku ke bibir vagina Mbak Yani, kemudian kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut. Mbak Yani menggerinjal-gerinjal mencicipi sensasi yang demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.

"Aaahh.. Uuuhh.." Mbak Yani mendesah-desah dengan Yanirnya sewaktu saya sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Mbak Yani itu dengan puting susunya yang menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan tempat sekitarnya berair kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak mengkilap.

Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang vagina Mbak Yani. Sengaja saya tidak mau pribadi menusukkannya. Sebab kalau hingga kebablasan, bukan mustahil sanggup mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melaksanakan perbuatan itu, lantaran bagaimanapun juga Mbak Yani yaitu guru sekolahku, darah dagingku sendiri!

Mbak Yani mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya, ujung 'tonggak'-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Mbak Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong vagina Mbak Yani membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak terhingga. Baru kali ini saya mencicipi sensasi ibarat ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Mbak Yani hingga sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi hingga hampir keluar seluruhnya.

Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak Yani. Dan temponya pun semakin usang semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan Yaning vagina Mbak Yani semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi di dunia ini yang sanggup menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Mbak Yani yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi menciptakan saya dan Mbak Yani menjadi lupa segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.

Dalam suatu kali ketika penisku tengah menyodok vagina Mbak Yani, saya tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya ibarat biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Yani. Vaginanya yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang karam sepenuhnya.

Mbak Yani menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi saya tidak menghiraukannya. Sebaliknya saya semakin berangasan untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Mbak Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak menciptakan saya mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat saya memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Mbak Yani, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Mbak Yani terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah usang bertambah tinggi temponya. Mbak Yani tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.

"Aaah.. Budi.. Aaahh.." Mbak Yani menjerit panjang.

Tampaknya ia sudah seperti terbang melayang hingga langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi badan kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun saya tidak mempedulikannya. Aku sendiri belum mencicipi apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Yani semakin menciptakan tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Mbak Yani pun bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana ketika itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.

Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Mbak Yani. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi. Dan akhirnya sesudah rasanya saya tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Mbak Yani secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak usang kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Yani. Ada pula yang mengenai payudara dan pecahan tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani.

Tak usang kemudian, kami saling mengejang-ngejang ke puncak kepuasan bersama hingga kehabisan tenaga. Aku terhempas ke atas sofa di samping Mbak Yani. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki.

Hmm begitu indahnya guruku..

Tamat

Subscribe to receive free email updates: