Dunia Gemerlap, Dunia Hampa 2

Erangan panjang pertanda kenikmatan yang tiada taranya. Aku malu sekali ketika orgasme dihadapannya. Ritme ciumannya pada kemaluanku perlahan-lahan mengendur seiring dengan tekanan yang kurasakan. Martin memang hebat. Dia sudah berpengalaman memuaskan ceweq. Dia sanggup tahu timing yang sempurna kapan harus cepat dan kapan harus pelan. Aku jadi curiga apa ia berprofesi sebagai gigolo yang biasa memuaskan Tante-Tante kesepian. Hehehe..

"Lho kok cepat? Udah terangsang dari tadi ya?" tanyanya sambil senyum-senyum mesum.

Mukaku memerah ketika saya tak sanggup menjawab pertanyaannya. Aku memukulnya dengan bantal sambil menggodanya. "Kamu gigolo ya? Kok jago banget?"

"Eh, gigolo! Kurang ajar! Gua ini memang Don Juan Surabaya ya! Belum pernah ada ceweq yang tidak puas jika main denganku!" katanya pongah.

"Teman-temanku hingga menjuluki saya 'Sex Machine'!" lanjutnya.

"Ngibul! kau niscaya gigolo!" godaku sambil memukulnya dengan bantal lagi. Kami perang ekspresi selama beberapa saat.

Kemudian Martin mengakhirinya dengan berkata, "Enak aja menghinaku! Sebagai balasannya, nih.." Martin melompat kearahku dan memasukkan kepalanya diantara kakiku.

Dia pribadi melumat kemaluanku dengan mulutnya lebih ganas lagi padahal kemaluanku masih berdenyut-denyut geli. Aku menjerit-jerit karenanya. Gelinya luar biasa! Entah apakah kemaluanku sudah sangat berair atau tidak, saya mendengar bunyi berkecipak di kemaluanku. Rasa geli yang menerpa segera bermetamorfosis nikmat. Aku terhanyut lagi dalam permainan lidahnya.

Aku orgasme untuk yang kedua kalinya. Badanku rasanya lemas semua. Malam itu saya gampang sekali orgasme. Entah apa mungkin itu alasannya imbas ineks atau memang saya sudah dalam keadaan puncak, saya tidak tahu..

Kami break sebentar. Martin tidur terlentang. Kulihat penisnya berdiri tegak bagai tugu monas. Kepalanya yang merah mengkilat alasannya cairan maninya meleleh keluar. Aku duduk di dipangkuannya dan memegang penisnya yang keras.

"Lho, semenjak kapan celana dalammu lepas? Aku kok nggak tahu?" tanyaku.

"Hehehe.. kau merem terus dari tadi sampe nggak tahu kalo burungku udah menunggu-nunggu ditembakkan ke sasaran!" candanya.

Aku kasihan padanya. Kuelus-elus penisnya sambil menggodanya. Lalu saya naik ke atas tubuhnya dan duduk sempurna diatas penisnya. Martin tampak terangsang melihat tindakanku. Kugoyang-goyangkan pinggulku maju mundur diatas penisnya sambil kuelus-elus dadanya. Martin memejamkan matanya sambil mencicipi sentuhan-sentuhan kemaluanku di penisnya. Aku juga merasa geli-geli nikmat ketika penisnya yang keras dan licin menggeser klitorisku.

Lama-lama Martin tidak besar lengan berkuasa menahan rangsangan. Dia berdiri dan memeluk tubuhku. Kami berciuman. Tanpa mempedulikan bacin cairan vaginaku di mulutnya, saya terus menggoyangkan pinggulku maju mundur. Kemaluanku yang berair semakin memudahkan penis Martin bergesekan diantar bibir kemaluanku. Gerakan kami makin usang makin liar, hingga kesannya pertahananku runtuh!

Penis Martin mengoyak keperawananku! Kepala penisnya selip dan masuk ke vaginaku. Aku menjerit kaget dan gerakanku terhenti. Untuk sesaat saya merasa sakit alasannya ada benda sebesar itu masuk ke vaginaku. Martin juga berhenti dan hendak mencabut penisnya dari vaginaku. Namun saya mencegahnya. Aku benar-benar terhanyut dalam fantasiku sendiri akan kenikmatan persetubuhan. Kupeluknya erat-erat tubuhnya. Disamping rasa sakit, saya mencicipi suatu kenikmatan yang lain. Aku ingin mencicipi lebih usang lagi.

Secara tak sadar saya merendahkan pinggulku perlahan-lahan hingga penis Martin memenuhi liang vaginaku. Rasanya sungguh luar biasa! Aku memeluk Martin sekuat tenaga dengan napas terputus-putus. Kucengkeram punggungnya dengan kuku jariku tanpa peduli ia kesakitan atau tidak. Tak terlukiskan perasaanku ketika itu. Aku mengerang-erang. Rasanya seluruh sarafku terputus dan terpusat di kemaluanku saja. Martin membiarkanku sesaat menikmati moment ini. Dia niscaya juga sedang menikmati koyaknya selaput daraku.

Perlahan-lahan Martin mulai menggoyangkan pinggulnya. Penisnya bergerak-gerak perlahan dalam kemaluanku. Aku mendesah mengaduh-aduh menahan nikmat dan geli. Vaginaku masih sangat sensitif hingga sampai saya tidak tahan ketika penisnya digerak-gerakkan. Aku menatap sayu pada Martin.

"Kenapa saya nggak tahu jika ML seenak ini? Kalau tahu, saya sudah dari dulu mau making love sama kamu!" kataku parau.

Mendengar perkataanku, sesaat Martin hanya memandangku tanpa ekspresi. Aku tidak sanggup menebak apa yang ada dipikirannya. Lalu dengan pandangan yang menyejukkan, ia mencium keningku dan pipiku. Aku menjadi tenang dan damai. Martin, saya sayang padamu, saya sayang padamu, saya sayang padamu. Tak ada lagi Andrew dalam kamusku. Aku hanya sayang padamu kataku dalam hati. Sex jauh lebih memabukkan daripada extacy! Aku tak sanggup berpikir jernih! Yang ada dipikiranku hanya terus dan terus.. tanpa akhir..

Martin mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku. Mulanya perlahan, lama-lama semakin cepat. Rasanya mau mati saking nikmatnya. Aku tak sanggup berkata apa-apa. Hanya erangan dan desahan yang keluar dari mulutku. Dorongan penisnya yang menghujam keluar masuk ke dalam vaginaku membuatku tak berdaya.

Malam itu saya orgasme empat kali. Martin menumpahkan spermanya di perutku dan terkapar disebelahku. Aku juga terkapar kelelahan. Saking lelahnya saya hingga tidak besar lengan berkuasa untuk bergerak mengambil tissue untuk membersihkan spermanya yang tumpah di perutku. Ternyata orgasme ketika ML jauh lebih nikmat daripada dengan oral seks. Sungguh berbeda..

Setelah terkapar beberapa saat, Martin membopongku ke kamar mandi dan memandikan aku. Aku terus menerus memandang wajahnya dan mencari-cari sinar apa yang terpancar di wajahnya. Apakah ia benar mencintaiku atau saya hanya salah satu wanita koleksinya? Aku terus memeluknya ketika ia membasuh tubuhku dengan air hangat dan membersihkan kemaluanku. Kemudian sehabis membersihkan diri, kami tidur kelelahan.

*****

Besoknya ketika saya bangun, Martin sudah tidak ada di sebelahku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul sembilan. Detik berikutnya saya gres sadar jika tidur telanjang bundar dan hanya ditutupi selimut. Perlahan-lahan memoriku memutar balik kejadian tadi malam. Agak susah mengingat kejadian semalam sehabis pakai ineks dan minum minuman beralkohol.

Setelah ingat semua, dengan lunglai saya berdiri dan melihat kemaluanku. Kuraba dan kupegang kemaluanku. Rasa nikmat dan geli semalam masih terbayang di pikiranku. Pikiran buruk mulai menggangguku. Aku sudah tidak perawan! Aku sudah kehilangan keperawananku di usia ke 16 dengan cowoq yang bukan pacarku maupun suamiku! Edan! Aku lepas kendali!

Kata-kata Ling mulai teringat kembali. Saat ia kehilangan keperawanannya pertama kali, ia menangis menjadi-jadi semalaman. Namun kini ia sudah biasa dan malah sering making love. Aku teringat ketika Ling mengenalkan Martin padaku, ia memperingatkan Martin biar jangan macam-macam padaku. Berbagai macam kejadian dari awal saya kenal kehidupan malam hingga ketika ini kemudian lalang dalam pikiranku seperti menyindirku. Sekarang semuanya telah terjadi! Aku tak percaya! Aku jadi menyerupai Ling!

Aku ingin menangis meratapi semuanya! Namun sudah terlambat! Apalagi ketika saya melihat setitik noda hitam pada sprei. Aku pribadi menangis menjadi-jadi. Aku merasa berdosa! Bayangan wajah Papa Mamaku berkelebat berganti-ganti dalam benakku. Aku merasa berdosa pada Papaku, pada Mamaku, pada kakakku, pada seluruh keluargaku!

Aku ke kamar mandi untuk membersihkan diriku! Aku merasa kotor dan hina! Aku bukan Tina yang dulu lagi! Masa depanku hancur! Siapa yang mau sama aku! Cowoq mana yang mau mendapatkan ceweq menyerupai aku! Ceweq yang sudah tidak utuh lagi! Ceweq murahan! Aku benci diriku sendiri! Aku benci semua orang! Aku menangis usang sekali di kamar mandi. Kutumpahkan semua perasaanku dalam air mata yang segera tersapu guyuran air hangat. Hingga kesannya saya tergeletak lemas di lantai kamar mandi.

Setelah bosan menangis, saya segera beranjak dari kamar mandi dan mengenakan pakaian. Kuambil ponselku dan kukirim SMS pada Ling. Aku minta ia menjemputku di rumah Martin. Ling menyanggupi dan berjanji akan menjemput saya sepulang sekolah pukul 13.00

Pukul sebelas Martin pulang ke rumah. Tiba-tiba perasanku jadi campur aduk ketika kudengar bunyi kendaraan beroda empat Martin memasuki rumah. Ada perasaan jengkel yang menggebu-gebu padanya.

"Kok berani-beraninya orang segede ia menjerumuskan anak kecil! Dasar hidung belang!" pikirku jengkel.

Aku duduk di ranjang menghadap pintu sambil menunggu ia masuk. Kusiapkan wajah sesuram mungkin biar ia tahu jika saya murka padanya. Aku sudah mempersiapkan diri untuk mendiamkannya selamanya. Pokoknya ia harus tahu jika saya marah!

Martin yang sepuluh tahun lebih sampaumur tahu bagaimana harus bertindak menghadapi aku. Dia membisu saja ketika saya mendiamkannya. Lalu mulai mengajakku makan. Aku menolak. Dia terus mengajakku bicara dan bercerita jika ia bangun kesiangan sehingga terlambat kerja. Dia akal-akalan tidak tahu saya murka padanya. Sejurus kemudian ia mulai memelukku dan menyampaikan jika ia segera pulang alasannya khawatir saya belum makan atau kesepian di rumah.

Lama-lama saya kasihan juga padanya. Dia baik padaku. Sebenarnya yang salah aku. Aku yang memaksanya melaksanakan itu. Padahal kemarin ia sudah mau tidur, saya malah merangsangnya habis-habisan. Yah, saya yang salah. Seperti membangkitkan macan tidur. Aku pun mulai melunak. Aku mulai menjawab pertanyaannya sepatah-sepatah hingga kesannya suasana mulai cair.

Mengerti umpannya mengena, Martin mulai merayuku dan menggodaku. Aku tidak tahan digoda dan mulai membalas godaannya.

"Martin, kau harus bertanggung jawab! Kamu harus kawin sama aku!" serangku.

"Jangan kuatir sayang! Aku ini dari dulu juga suka sama kamu. Cuma saya takut kau yang nggak mau sama saya alasannya saya terlalu tua. Hahahaha.." balasnya.

Aku tidak peduli pikirku. Toh saya juga merasa cocok dengan Martin. Dia begitu dewasa. Dia sanggup momong aku. Masalahnya, ia sepuluh tahun lebih bau tanah dari aku. Apa orang tuaku oke saya menikah dengannya?

Pikiranku sudah jauh lebih baik sekarang. Martin memelukku erat-erat dan menghiburku. Aku jadi makin sayang padanya.

Akibat kejadian malam itu, hampir tiap hari saya making love dengannya. Kami melaksanakan di rumahnya, di hotel, di kamar mandi, di kendaraan beroda empat dan dimanapun kami mau! Berbagai posisi kami lakukan. Aku benar-benar ketagihan bersenggama! Bahkan kami pernah menginap seharian di hotel dan tidak keluar kamar sama sekali. Saat itu saya hingga orgasme sebelas kali waktu making love dengannya! Benar-benar liar dan tak terkontrol!

Acara tripping selalu dilanjutkan dengan making love. Kesukaan kami yakni triping sambil telanjang bundar berdua di kamar Martin sambil bercumbu. Asyik sekali rasanya! Saat imbas ineks menurun, kami bersenggama atau melaksanakan oral seks untuk menciptakan on lagi. Setelah benar-benar habis, kami lanjutkan dengan minum minuman keras. Edan..

Dua bulan terakhir ini saya jarang kontak dengan Martin. Martin sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan saya sibuk diadili oleh keluargaku. Mereka murka besar padaku dan mengawasiku dengan ketat. Ponselku disita sementara. Telepon untukku disortir sama orang tuaku. Kemana-mana selalu diantar sopir ayahku. Pokoknya saya jadi tahanan rumah!

Entah siapa yang salah! Aku tak perlu menyalahkan siapa saja selain diriku sendiri. Aku sendiri pun menyesal menyadari kondisiku sekarang. Orang luar pada galau melihat tingkahku. Aku hidup di dalam keluarga yang harmonis. Orang tuaku sayang dan perhatian padaku. Tapi kok sanggup saya terjerumus jadi menyerupai ini?

Hahaha.. memang kurang cerdik apa yang kulakukan. Penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Entah hingga kapan saya sanggup berhenti dari dunia abnormal ini? Aku pun sudah mulai bosan.. 

Tamat



Subscribe to receive free email updates: