Rirrie, Gadis Yang Pemalu 1

Sebelumnya kuperkenalkan dulu siapa diriku. Namaku Nunu, seorang mahasiswa semester pertama di universitas JS di kota P dan nama pacarku Rirrie, sekolah di SMU Negeri 1 kelas II di kota P juga. Wajahnya bagus walaupun tidak secantik bintang sinetron, manis tepatnya. Punya alis mata yang hitam tebal yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Dengan hidung yang mungil lucu plus bibir "dower" yang selalu merah dan dihiasi dengan gigi yang sedikit tidak teratur tetapi justru giginya itu yang menjadi daya tarik utamanya. Tingginya sekitar 155 cm, berat 47 kg. Badannya mungil tapi montok. Bahu yang datar dan tubuh yang tegap dihiasi dengan sepasang payudara indah berukuran 32B yang proporsional sekali dengan tubuhnya. Pantat yang terbentuk rapi disertai sepasang kaki yang indah, terutama betisnya. Pinggang yang ramping, perut yang datar dan pinggul yang tidak terlalu besar. Tapi sungguh, dengan keadaan tubuh ibarat itu, tidak ada laki-laki yang bisa menahan napsunya kalau melihatnya sedang telanjang bulat. Tentu saja.

Kejadian ini kualami kalau tidak salah hari Kamis tanggal 7 Desember 1998. Aku barus saja menjemputnya pulang sekolah jam setengah dua siang. Biasanya sich beliau bawa motor sendiri, cuman hari itu entah kenapa beliau berangkat sekolah naik becak. Jadinya dikala pulang sekolah beliau menelponku minta dijemput. Panas sekali hari itu. Saat hingga di rumahnya saya tidak pribadi pulang. Aku mampir sejenak buat sekedar menghilangkan rasa haus. Aku duduk di ruang tamu, di sofa yang panjang, sementara beliau mengganti baju sekolahnya dengan gaun santai. Entah model apa bajunya, yang terang beliau menggunakan kaos dengan celana pendek yang berbahan kaos juga. Dia tampak seksi sekali dengan dandanan ibarat itu. Dia balik sambil membawa segelas sirup cuek dan kemudian tiduran di sofa dengan posisi kepalanya di pangkuanku.

Kami pun berbasa-basi, saling menanyakan kabar masing-masing. Karena memang kita sudah usang tidak ketemu. Aku barusan pulang dari Jogja, tinggal di sana beberapa hari. Dia orangnya memang praktis sekali kangen sama pacarnya. Ditinggal beberapa hari saja sudah ibarat sebulan hebohnya. Dan kalau beliau sedang kangen, rugi saya kalau tidak ada di sisinya. Tau maksudnya kan?

Lalu kami mulai bercerita wacana acara kami masing-masing selama ini sambil sesekali saling mencumbu, berciuman dan berpagutan mesra. Saling memainkan lidah. Kubiarkan mulutnya melumat bibirku. Kubiarkan giginya menggigit lembut bibirku. Kurasakan lidahnya menari-nari di dalam mulutku. Napasnya yang lembut mendera wajahku. Oh ya, saya paling suka "kissing" dengannya dikala beliau sedang makan coklat. Rasanya jadi tambah enak. Dan ibarat biasa kalau kami sedang berasyik masyuk, kedua belah tanganku selalu menari-nari di tubuhnya. Selalu! Orang dianya sendiri yang minta buat dijamah. "Pokoknya kalau kau sedang mencumbuku, sekalian dech tangan kau ngerjain tubuhku. Biar tidak nanggung. Tapi harus di potongan yang sensitif. Seperti di tempat sini, sini dan di sini!" katanya kepadaku suatu waktu sambil tangannya menunjuk leher, dada dan bawah perutnya. Enak katanya. Akunya sich oke-oke aja. Siapa yang bakal menolak ditawarin kerjaan ibarat itu.

Mulailah pekerjaanku. Kudekatkan kepalaku ke lehernya, kukecup perlahan leher itu kemudian kugigit perlahan. Dia mendongakkan kepalanya tanda beliau merasa kegelian. Kucium tempat telinganya dan kukulum potongan indera pendengaran yang menggelambir. Dia mendesah perlahan dan kemudian melingkarkan kedua tangannya ke leherku. Tangan kananku pun berusaha menopang punggungnya biar tubuhnya sedikit tegak dan tangan kiriku segera kumasukkan ke balik bajunya, mengakibatkan kaosnya terangkat hingga ke perut. Tanganku menyentuh kulitnya yang halus. Menyusup ke punggungnya untuk melepas tali BH-nya. Dan mulailah tanganku menjelajahi bukit barisan itu. Kuremas payudaranya, terasa lembut sekali, diapun merintih. Kupilin putingnya, beliau mengerang. Kutarik puting itu dan diapun mendesah. "Ahh..!" Kuputar-putar jariku di sekitar puting itu "Sshh..!" Dia mengerang mencicipi kenikmatan itu. Kuremas-remas buah dada itu berulangkali, kucubit bukit itu. Rasanya kenyal sekali. Nggak bakalan bosan walaupun tiap hari saya disuruh menyentuhnya.

Lalu tanganku pun turun menyusuri perutnya, menuju hutan tropis. Masuk ke dalam celana dalamnya yang terbuat dari kain satin dengan sedikit renda pada potongan vaginanya. Kutemukan tumpukan kecil daging yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Kugunakan jari telunjuk dan jari manisku untuk membelah labianya yang masih terasa liat sementara jari tengahku kumasukan sedikit ke dalam liang senggamanya. "Mmhh.." Dia kegelian. Kedua kakinya nampak terjulur lurus, sedikit menegang. Kucari seonggok daging kecil diantaranya. Bagian yang bisa mengantarkan seorang perempuan mencicipi apa arti hidup yang sesungguhnya. Setelah kutemukan mulai tanganku memainkannya. Kusentuh klitoris itu lembut sekali, namun risikonya sungguh luar biasa. Tubuhnya menggelinjang jago dengan kedua kaki terangkat ke atas menggapai-gapai di udara. Dia melenguh dengan mata terpejam dan pengecap yang menjilati bibirnya. Langsung kulumat mulutnya. Dia pun membalas dengan ganas. "Uuhh.." Lalu tangan kiriku berusaha menarik klitorisnya, kupencet, kusentil, kupetik, kugesek dengan jari tengahku. Dia memang paling suka disentuh klitorisnya. Dan kalau sudah disentuh, bisanya ibarat orang sakau. Mendesah, mengerang, dan menggigil.

Pernah suatu ketika saya ditelpon supaya tiba ke rumahnya cuma untuk "memainkan" klitorisnya. Ya, ampuun.. sesudah puas bermain api, kami pun mencari air untuk menyiramnya. Ehh.. sorry, ngelantur. Tak usang kemudian beliau mengajakku ke lantai dua.

"Mas, naik ke atas yuk?"
"Mo ngapain?" tanyaku.
"Ke kamarnya Mbak Dian, di sini panas. Ada AC di sana."
"Boleh!" saya setuju.

Kami pun naik ke lantai dua. Satu persatu anak tangga itu kami lewati dan kami pun masuk ke kamar Mbak Dian. Aku pribadi tiduran di tempat tidur, sementara beliau menyalakan AC-nya. Lalu beliau rebah di sampingku. Kami bercerita lagi dan bercumbu lagi. Kali ini kulepas kaosnya, setumpuk daging segar menggunung di dadanya yang tertutup BH semi transparan seolah ingin melompat keluar. Waw, menantang sekali dan kemudian dengan berangasan kusentakkan BH itu hingga terlepas, kemudian terhamparlah pemandangan alam. Nampak Sindoro Sumbing yang berjejer rapi. Bergelanyut manja di dadanya. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan kokoh tegak ke atas mengerling ke arahku menantang untuk kunikmati. Payudaranya betul-betul indah bentuknya, terbungkus kulit kuning langsat tanpa cacat sedikitpun, yang tampak membias kalau terkena cahaya, yang menunjukan payudara itu masih sangat kencang. Maklum payudara perawan yang rajin merawat tubuh. Namun dengan payudara ibarat itu, jangankan menyentuh, cuma dengan memandangnya saja kita akan segera tahu kalau payudara itu diremas akan terasa sangat lembut di tangan.

Kudekatkan wajahku ke dadanya. Mulutku kubuka untuk menikmati kedua payudaranya. Bau harum khas tubuhnya semerbak merasuk ke dalam hidungku. Kuhisap salah satu putingnya, kugigit-gigit kecil. Lidahku bergerak memutar di sekitar puting susunya. Dia mengejang kegelian. Menjambak rambutku dan ditekankan kepalaku ke dadanya. Wajahku terbenam di sana. Kugigit sedikit potongan dari bukit itu dan kusedot agak keras. Nampaklah tanda merah di sana. Puas kunikmati dadanya, mulailah ada hasrat yang menuntut untuk berbuat lebih. Tampak juga di wajah Rirrie. Matanya menatapku sayu. Wajahnya memerah dan napasnya memburu. Kalau beliau dalam keadaan ibarat ini, sanggup dipastikan beliau sedang terangsang berat. Dan saya yakin kemaluannya niscaya sudah basah.

Aku bertanya padanya, "Rie, sekali-kali kita ngewek yuk!"
"Ah, tidak mau ah!" beliau menolak.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku malu," jawabnya.
"Malu sama siapa?" tanyaku lagi.
"Aku aib diliat bugil. Aku aib kau liat anuku." terangnya.
"Lho, kau ini aneh. Masa hampir tiap hari kupegang memek kamu, cuma ngeliat malah tidak boleh?" tanyaku keheranan.
"He.." beliau tertawa manja.
Otakku bekerja mencari akal.
"Atau gini aja, kau ambil selimut buat nutupin tubuh kamu. Ntar kita cari gaya yang bikin memek kau nggak keliatan," usulku sembarangan, nggak taunya beliau setuju.
"Iya dech Mas"
Aku girang setengah mati. Lalu beliau pun turun ke bawah mengambil selimut. Tak usang kemudian beliau sudah ada di hadapanku lagi dengan sebuah selimut batik di tangannya. Lalu selimut itu diserahkannya kepadaku.

"Nah, kini kau lepas semua pakain kamu!" perintahku.
Dia pun segera melepas semua pakaiannya. Sungguh anggun cara beliau melepas pakaian. Perlahan namun pasti. Apalagi dikala beliau mengangkat kedua tangannya untuk melepas penjepit rambut yang mengakibatkan rambutnya terurai indah menutupi sebagian pundaknya. Oh, bagus sekali dia. Berdiri telanjang tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Layaknya seorang bidadari. Dengan payudara yang kencang mengantung indah, dengan bulu halus yang tertata rapi menghiasi potongan bawah perutnya. Dan ketika sadar dirinya telanjang bulat, secepat kilat beliau merampas selimut yang ada di tanganku dan digunakanya untuk menutupi tubuhnya. Kusuruh beliau untuk naik ke atas tempat tidur dalam posisi merangkak membelakangiku. Aku segera melepas seluruh pakaianku. Dia menengok ke belakang dan tak sengaja menatap penisku yang sudah tegang berat dan pribadi memalingkan wajah. Jengah. Sambil merajuk manja. "Ihh.."

Walaupun kami sering bercumbu tapi kami belum pernah saling mempertontonkan alat vital masing-masing. Kalau saling pegang atau sekedar nyentuh sich sering. Makanya jangan heran kalau beliau jengah waktu melihat penisku. Dan lagi beliau itu orangnya pasif. Penginnya "dikerjain" melulu, tapi kalau disuruh "ngerjain" suka ogah-ogahan. Padahal sesungguhnya beliau bahagia sekali kalau disuruh memegang penisku. Tapi itulah dia, beliau yang seorang Rirrie yang penuh dengan tanda tanya. Yang saya pun masih suka galau untuk mengikuti jalan pikirannya.

Aku pun segera mendekat membawa seluruh amunisi yang kupunya. Siap dalam duel berdarah. Kuangkat sedikit selimut yang menutupi pantatnya dan harum birahi yang amat kusukai dari vaginanya menyebar. Tanganku pun masuk ke balik selimut itu. Mencari tempat jajahan yang harus dikuasai. Meraba-raba hingga akhirnya kutemukan gundukan itu. Terasa benar bulu kemaluannya di jariku.

"Aowww.. iihh! Mas nakal!" Dia protes ketika saya berusaha mencabut beberapa helai bulu kemaluannya. Sebelumnya buat para pembaca, saya melaksanakan ini semua tanpa melihat ke arah vaginanya. Bayangkan, bagaimana sulitnya. Soalnya saya belum pernah menatap pribadi vagina kini ini. Mulai kupusatkan perhatianku di tempat selangkangannya. Vaginanya terasa basah. Pasti beliau sudah sangat terangsang. Dan kucari letak lubangnya dengan jariku.

"Ah, geli Mas!" beliau tersentak ketika tak sengaja tanganku menyentuh klitorisnya.
"Hore ketemu..!!" saya teriak kegirangan.

Akhirnya kutemukan lubang itu. Kumasukkan seperempat jari telunjukku ke dalam vaginanya. Sebentar kuputar-putar disana. Pinggulnya bergerak-gerak tanda beliau kegelian. Lalu kutarik kembali dan kini pelan-pelan kusorongkan rudalku untuk mencoba menembus dimensi itu. Saat pertama penisku menyentuh vaginanya, secara refleks beliau mengatupkan kedua kakinya.



Ke potongan 2

 

Subscribe to receive free email updates: