Romantika Kamar Kost 2
Sarif pun mulai mencoba-coba bermain serius. Terkadang, sambil menggefauxzrakkan pantatnya maju mundur, tangan kanannya mulai aktif bermain di payudaraku, sementara tangan kirinya melingkar di punggungku. Sesekali Sarif menciumi dan menjilati buah dadaku yang sudah menegang.
"Ugh.. Yeaahh.. Rif.. Enaak.. Kocoknya lebih cepat, Rif..!" pintaku sambil tanganku yang memegang pantatnya membantu ia menekan ke arahku, sehingga kemaluannya yang kekar itu semakin dalam tertanam di kemaluanku.
Cukup usang posisi ini kupertahankan, lantaran memang dengan posisi ini saya tidak hanya sanggup menikmati batang kemaluannya, tetapi juga saya sanggup memandangi wajah Primus-nya itu. Aku jadi menghayal jikalau dikala ini saya memang sedang senggama dengan bintang sinetron tersebut.
Tiba-tiba Sarif mempercepat gerakkannya. Pantatnya menghentak-hentak dengan keras menciptakan kemaluannya menyerupai menghujam jantungku. Tentu saja saya jadi kaget dibuatnya. Sampai terengah-engah. Bahkan sesekali saya menjerit perlahan menahan sakit yang disertai denyutan nikmat. Tiba-tiba seluruh tubuhku mengejang. Kutarik badan Sarif semakin dalam dan erat. Kakiku yang menggantung di pinggir kolam mandi menghentak-hentak. Pandangan mataku sejenak menjadi gelap. Lalu di bab bawah tubuhku terasa menyerupai merekah lalu saya menyerupai terasa ingin pipis sekali.
Akhirnya.., serr.. serr.. serr.. Vaginaku menyemburkan cairan lendir dengan jumlah sangat mengagumkan. Sampai-sampai keluar dari sela-sela bibir kemaluanku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif. Tubuhku pun serta-merta menjadi lemas. Mendapati tubuhku lemas, Sarif menggendongku dengan batang kemaluan yang masih tertanam di vaginaku. Kemudian ia meletakkanku di daerah tidur dengan keadaan telentang, lantaran memang batang kemaluannya masih tertancap di kemaluanku.
Pelan-pelan ia mulai menggoyangkan pantatnya lagi, maju mundur. Dan dalam keadaan lemas saya masih mencicipi ngilu yang bukan kepalang di bab bawah tubuhku. Tapi ngilu yang kurasakan ini bukannya ngilu biasa, tetapi ngilu yang nikmat. Hampir setengah jam Sarif bermain di atas tubuhku yang sudah lemas. Bahkan saya sempat dua kali lagi mencapai orgasme. Beberapa kali ia memutar tubuhku. Dihantamnya tubuhku dengan posisi telungkup, menyamping, bahkan setengah nungging. Sampai alhasil saya mendengar lenguhan keluar dari mulutnya.
Batang kemaluan Sarif menyemburkan airmaninya di dalam kemalauanku. Dan kali ini vaginaku tidak sanggup lagi menampung isinya. Cairan-cairan kental keluar dari vaginaku membanjiri kasur di bawahku. Aku merasa pantatku menyerupai terendam. Lalu Sarif pun menggelosorkan tubuhnya di atas tubuhku dengan peluh yang membanjir, bercampur dengan keringatku. Tidak usang lalu kami pun tertidur pulas dengan posisi saling berpelukan.
Aku tidak tahu berapa usang kami tertidur dengan posisi tersebut. Aku terbangun lantaran merasa ada sesuatu yang bergerak-gerak di bab bawah tubuhku. Kubuka mataku. Ternyata Sarif masih berada di atasku. Rupanya ia sudah memulai permainan baru. Dan sesuatu yang bergerak-gerak di bab bawah tubuhku yaitu rudal milik Sarif yang mulai aktif kembali bekerja.
Sarif berbagi senyumnya ketika saya membuka mataku.
"Hai, San.." katanya singkat.
"Riiff.. Mmhh..," lenguhku seraya melingkarkan tanganku di pinggulnya, membantu ia menggerakkan pantatnya maju-mundur.
"Terus.., Riffsshh..!"
Sarif memainkan pinggulnya dengan tenang. Begitu pula mulutnya mulai sibuk menjilati payudaraku. Bergantian kiri dan kanan. Sesekali tangannya meremas. Atau jarinya memuntir-muntir puting payudaraku yang berwarna agak kecoklatan membuatku sesekali meringis keasyikan.
Mengimbangi permainan Sarif, saya menciptakan gerakan berputar dengan pinggulku. Dan kudengar Sarif melenguh kenikmatan degan permainan itu.
"Uugh.. Yeesshh.. Enak sekali San.." bisiknya sambil menjilati telingaku, "Kamu pinter banget sih..!"
Aku hanya menjawab dengan lenguhan-lenguhan kenikmatanku.
Kurasakan vaginaku mulai mengeluarkan carian pelumasnya. Sarif pun semakin aktif. Tangannya sebentar-sebentar meremas-remas pantatku. Terkadang kedua tangannya dilingkarkan ke tubuhku, lalu dengan bersahabat ia menekan tubuhnya sehingga badan kami menyerupai menyatu dan batang kemaluannya tertancap amat dalam di kemaluanku. Aku meringis kenikmatan lantaran ujung kemaluannya membentur dinding rahimku.
"Ugh.. Ugh.. Arghh.. Hueehh.. Akhh.. Mmhh.. Mmmhh.. Mmhh.. Riff.. Asyik, Rif.."
Birahiku makin memuncak. Kudorong badan Sarif hingga ia telentang dan posisi berbalik, menjadi saya yang berada di atas. Sarif membiarkan hal itu berlangsung. Kugenggam batang kemaluannya dan pribadi kujilati seluruh bagiannya, mulai dari ujung hingga ke bab pangkal dimana terletak buah kemaluannya. Sarif menggelinjang-gelinjang menikmatinya.
"Saan..! Gila kau Saan.., ueehh.. uenag betul..!" ceracaunya.
Tangannya meremas-remas rambutku. Dan sesekali tangannya itu menekan kepalaku ketika batang kemaluannya kumasukkan ke dalam mulutku untuk kuhisap-hisap kepalanya dan lubang kemaluannya kucungkil-cungkil dengan ujung lidahku.
Tidak usang lalu Sarif memerintahkan saya untuk berputar, sehingga kami membentuk posisi 69. Lubang kemaluanku sempurna berada di depan wajahnya. Sarif pun mulai memainkan lidahnya di sekitar bibir kemaluanku, menciptakan seluruh bulu kudukku merinding. Terlebih lagi ketika lidahnya menyentuh klitorisku. Tubuhku bergetar seolah-olah tersengat pedoman listrik berkekuatan lembut. Sering pula Sarif memasukkan lidahnya ke bab dalam vaginaku dan menjilati dindingnya, dan hal ini juga membuatku menggigil kenikmatan.
Sungguh permainan ini sangat mengasyikkan. Sampai alhasil saya tidak tahan. Karena tidak usang lalu tubuhku mengejang. Kutekan pinggulku sedalam mungkin. Kuyakin hal ini menciptakan Sarif jadi sulit bernapas. Tapi saya tidak perduli. Tak usang lalu vaginaku pun kembali mengeluarkan cairannya, diiringi lenguhan dari mulutku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif yang kusedot dengan kuat.
Mendapati saya telah hingga ke puncak kenikmatanku, Sarif membalikkan tubuhku menjadi telungkup. Kemudian dengan keyakinan yang mantap ia meletakkan ujung batang kemaluannya di gerbang kemaluanku yang sudah berair dan licin. Dan dengan sekali hentakkan.., Bless..! Seluruh batang kemaluannya tertancap dalam liang senggamaku dari belakang.
"Hegh..! Aaw..! Aargh..! Riiff.. Huahduh..! Saakiit.." erangku cukup keras.
Aku tidak perduli lagi jikalau suaraku itu akan terdengar ke luar kamar. Aku merasa bab dalam perutku menyerupai akan terlonjak keluar dari kerongkonganku. Bahkan lidahku seolah-olah ingin melompat dari tenggorokanku. Perutku seolah-olah terasa penuh. Tapi hal ini justru membuatku semakin mencicipi kenikmatan yang teramat sangat.
Sarif pun tampaknya tidak perduli dengan eranganku. Dia terus membentur-benturkan ujung kemaluannya ke dinding rahimku dengan frekuensi tekanan yang rapat dan keras. Aku merasa biji mataku terbalik-balik dibuatnya. Aku hanya mendesah dan mengeluarkan kata-kata untuk meminta Sarif mempercepat dan memperkuat gerakannya.
Sarif menuruti permintaanku. Dia memperkeras gerakkannya, sehingga eranganku semakin menjadi-jadi. Aku yakin, jikalau saja daerah kost ini tidak jauh dari jalan, niscaya sudah banyak orang yang mengintip. Tetapi jikalau pun keadaanya menyerupai itu, saya sudah tidak perduli. Yang ada dibenakku hanyalah menikmati kenikmatan ini sepuas-puasnya. Bahkan jikalau hingga ada orang yang mengintip saya akan semakin memperkeras eranganku. Tapi rupanya hal ini mengganggu Sarif.
"San, jangan keras-keras, dong..! Nanti didengar orang. Pelanin sedikit bunyi kamu..!" pinta Sarif.
Tapi saya tidak perduli, alasannya yaitu saya yakin tidak akan ada orang lewat di depan kamar kostku. Dan lantaran saya tidak mengurangi volume suaraku, alhasil Sarif mengikuti gayaku. Dia pun mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan dengan agak keras.
Bosan dengan posisi telungkup, kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, sehingga posisiku menjadi menungging. Dengan posisi menyerupai ini kemaluanku menjadi semakin terbuka lebar, sementara Sarif mengambil posisi berlutut. Kali ini saya benar-benar mencicipi seluruh batang kemaluan Sarif terpendam dalam vaginaku. Eranganku pun semakin menggila.
Tidak usang lalu saya kembali mencicipi seluruh syarafku menegang. Persendianku meregang sejenak.
Akhirnya.., "Riiff.. Aku.. sampai..!" kembali vaginaku membanjir.
"Aaa.. aakhh..!" jeritku melepas kenikmatan.
Bersamaan dengan itu, tubuhku menggelosor di kasur. Sementara Sarif masih meneruskan kegiatannya. Bahkan semangatnya makin menjadi. Kubiarkan saja ia meneruskan permainan. Karena tenagaku serasa habis terkuras.
Tapi tidak usang lalu gerakan Sarif menjadi lebih absurd lagi. Diangkatnya pinggulku hingga saya kembali pada posisi agak tertungging. Kedua tangannya mencengkeram pangkal pinggulku dan dengan kekuatan yang tidak kuperhitungkan ia menarik-narik pinggulku diikuti pinggulnya yang digerakkan berlawanan. Tentu saja hal itu menciptakan gerakan kami benar-benar bertemu pada satu titik yang menghasilkan benturan yang keras, hingga menjadikan bunyi Cplak! Cplak! Cplak!
"Aauw.. Riiff.. Gii.. laa.. kaa.. muu..!" rintihku setengah menjerit.
"Sabaar.. San., Aakuu.. maauu saammpaaii..!"
Lalu.., "Sroot..! Serr.. Serr.. Serr.." keluarlah cairan kental tubuhnya menggenangi liang kemaluanku yang juga basah.
Sarif menekan batang kemaluannya dalam-dalam ke liang senggamaku sambil tangannya menekan pinggulku ke arah kemaluannya kuat-kuat. Aku yakin seluruh batang kemaluannya tertanam dalam vaginaku. Lidahku bahkan sempat terdongkrak keluar dari tempatnya. Mataku terbeliak seakan ingin lepas dari tempatnya.
Tubuh Sarif mengejang sesaat. Lalu menggelosor di sebelahku. Napasnya memburu. Tubuhnya dibasahi keringat. Begitu juga aku. Seluruh persendianku menyerupai terlepas dari rangkaiannya dan hanya sanggup melongo sambil berbagi senyum yang dibalas oleh Sarif. Perlahan kuangkat tanganku dan kurangkul dia.
"Kamu hebat, Rif," bisikku yang hampir tidak terdengar.
"Kamu juga..," jawab Sarif.
Lalu kami melongo dan tertidur.
Apa yang menjadi angan-anganku selama ini sudah terlaksana, saya menjadi pacarnya. Kehidupan kami selanjutnya yaitu rutinnya kami menjalani masa pacaran kami dengan kegiatan seks kami. Semoga apa yang kualami ini menunjukkan citra tersendiri bagi anda, perempuan yang mendambakan laki-laki idamannya. Kalau anda mau berusaha, niscaya ada jalan keluarnya.
Tamat
"Ugh.. Yeaahh.. Rif.. Enaak.. Kocoknya lebih cepat, Rif..!" pintaku sambil tanganku yang memegang pantatnya membantu ia menekan ke arahku, sehingga kemaluannya yang kekar itu semakin dalam tertanam di kemaluanku.
Cukup usang posisi ini kupertahankan, lantaran memang dengan posisi ini saya tidak hanya sanggup menikmati batang kemaluannya, tetapi juga saya sanggup memandangi wajah Primus-nya itu. Aku jadi menghayal jikalau dikala ini saya memang sedang senggama dengan bintang sinetron tersebut.
Tiba-tiba Sarif mempercepat gerakkannya. Pantatnya menghentak-hentak dengan keras menciptakan kemaluannya menyerupai menghujam jantungku. Tentu saja saya jadi kaget dibuatnya. Sampai terengah-engah. Bahkan sesekali saya menjerit perlahan menahan sakit yang disertai denyutan nikmat. Tiba-tiba seluruh tubuhku mengejang. Kutarik badan Sarif semakin dalam dan erat. Kakiku yang menggantung di pinggir kolam mandi menghentak-hentak. Pandangan mataku sejenak menjadi gelap. Lalu di bab bawah tubuhku terasa menyerupai merekah lalu saya menyerupai terasa ingin pipis sekali.
Akhirnya.., serr.. serr.. serr.. Vaginaku menyemburkan cairan lendir dengan jumlah sangat mengagumkan. Sampai-sampai keluar dari sela-sela bibir kemaluanku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif. Tubuhku pun serta-merta menjadi lemas. Mendapati tubuhku lemas, Sarif menggendongku dengan batang kemaluan yang masih tertanam di vaginaku. Kemudian ia meletakkanku di daerah tidur dengan keadaan telentang, lantaran memang batang kemaluannya masih tertancap di kemaluanku.
Pelan-pelan ia mulai menggoyangkan pantatnya lagi, maju mundur. Dan dalam keadaan lemas saya masih mencicipi ngilu yang bukan kepalang di bab bawah tubuhku. Tapi ngilu yang kurasakan ini bukannya ngilu biasa, tetapi ngilu yang nikmat. Hampir setengah jam Sarif bermain di atas tubuhku yang sudah lemas. Bahkan saya sempat dua kali lagi mencapai orgasme. Beberapa kali ia memutar tubuhku. Dihantamnya tubuhku dengan posisi telungkup, menyamping, bahkan setengah nungging. Sampai alhasil saya mendengar lenguhan keluar dari mulutnya.
Batang kemaluan Sarif menyemburkan airmaninya di dalam kemalauanku. Dan kali ini vaginaku tidak sanggup lagi menampung isinya. Cairan-cairan kental keluar dari vaginaku membanjiri kasur di bawahku. Aku merasa pantatku menyerupai terendam. Lalu Sarif pun menggelosorkan tubuhnya di atas tubuhku dengan peluh yang membanjir, bercampur dengan keringatku. Tidak usang lalu kami pun tertidur pulas dengan posisi saling berpelukan.
Aku tidak tahu berapa usang kami tertidur dengan posisi tersebut. Aku terbangun lantaran merasa ada sesuatu yang bergerak-gerak di bab bawah tubuhku. Kubuka mataku. Ternyata Sarif masih berada di atasku. Rupanya ia sudah memulai permainan baru. Dan sesuatu yang bergerak-gerak di bab bawah tubuhku yaitu rudal milik Sarif yang mulai aktif kembali bekerja.
Sarif berbagi senyumnya ketika saya membuka mataku.
"Hai, San.." katanya singkat.
"Riiff.. Mmhh..," lenguhku seraya melingkarkan tanganku di pinggulnya, membantu ia menggerakkan pantatnya maju-mundur.
"Terus.., Riffsshh..!"
Sarif memainkan pinggulnya dengan tenang. Begitu pula mulutnya mulai sibuk menjilati payudaraku. Bergantian kiri dan kanan. Sesekali tangannya meremas. Atau jarinya memuntir-muntir puting payudaraku yang berwarna agak kecoklatan membuatku sesekali meringis keasyikan.
Mengimbangi permainan Sarif, saya menciptakan gerakan berputar dengan pinggulku. Dan kudengar Sarif melenguh kenikmatan degan permainan itu.
"Uugh.. Yeesshh.. Enak sekali San.." bisiknya sambil menjilati telingaku, "Kamu pinter banget sih..!"
Aku hanya menjawab dengan lenguhan-lenguhan kenikmatanku.
Kurasakan vaginaku mulai mengeluarkan carian pelumasnya. Sarif pun semakin aktif. Tangannya sebentar-sebentar meremas-remas pantatku. Terkadang kedua tangannya dilingkarkan ke tubuhku, lalu dengan bersahabat ia menekan tubuhnya sehingga badan kami menyerupai menyatu dan batang kemaluannya tertancap amat dalam di kemaluanku. Aku meringis kenikmatan lantaran ujung kemaluannya membentur dinding rahimku.
"Ugh.. Ugh.. Arghh.. Hueehh.. Akhh.. Mmhh.. Mmmhh.. Mmhh.. Riff.. Asyik, Rif.."
Birahiku makin memuncak. Kudorong badan Sarif hingga ia telentang dan posisi berbalik, menjadi saya yang berada di atas. Sarif membiarkan hal itu berlangsung. Kugenggam batang kemaluannya dan pribadi kujilati seluruh bagiannya, mulai dari ujung hingga ke bab pangkal dimana terletak buah kemaluannya. Sarif menggelinjang-gelinjang menikmatinya.
"Saan..! Gila kau Saan.., ueehh.. uenag betul..!" ceracaunya.
Tangannya meremas-remas rambutku. Dan sesekali tangannya itu menekan kepalaku ketika batang kemaluannya kumasukkan ke dalam mulutku untuk kuhisap-hisap kepalanya dan lubang kemaluannya kucungkil-cungkil dengan ujung lidahku.
Tidak usang lalu Sarif memerintahkan saya untuk berputar, sehingga kami membentuk posisi 69. Lubang kemaluanku sempurna berada di depan wajahnya. Sarif pun mulai memainkan lidahnya di sekitar bibir kemaluanku, menciptakan seluruh bulu kudukku merinding. Terlebih lagi ketika lidahnya menyentuh klitorisku. Tubuhku bergetar seolah-olah tersengat pedoman listrik berkekuatan lembut. Sering pula Sarif memasukkan lidahnya ke bab dalam vaginaku dan menjilati dindingnya, dan hal ini juga membuatku menggigil kenikmatan.
Sungguh permainan ini sangat mengasyikkan. Sampai alhasil saya tidak tahan. Karena tidak usang lalu tubuhku mengejang. Kutekan pinggulku sedalam mungkin. Kuyakin hal ini menciptakan Sarif jadi sulit bernapas. Tapi saya tidak perduli. Tak usang lalu vaginaku pun kembali mengeluarkan cairannya, diiringi lenguhan dari mulutku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif yang kusedot dengan kuat.
Mendapati saya telah hingga ke puncak kenikmatanku, Sarif membalikkan tubuhku menjadi telungkup. Kemudian dengan keyakinan yang mantap ia meletakkan ujung batang kemaluannya di gerbang kemaluanku yang sudah berair dan licin. Dan dengan sekali hentakkan.., Bless..! Seluruh batang kemaluannya tertancap dalam liang senggamaku dari belakang.
"Hegh..! Aaw..! Aargh..! Riiff.. Huahduh..! Saakiit.." erangku cukup keras.
Aku tidak perduli lagi jikalau suaraku itu akan terdengar ke luar kamar. Aku merasa bab dalam perutku menyerupai akan terlonjak keluar dari kerongkonganku. Bahkan lidahku seolah-olah ingin melompat dari tenggorokanku. Perutku seolah-olah terasa penuh. Tapi hal ini justru membuatku semakin mencicipi kenikmatan yang teramat sangat.
Sarif pun tampaknya tidak perduli dengan eranganku. Dia terus membentur-benturkan ujung kemaluannya ke dinding rahimku dengan frekuensi tekanan yang rapat dan keras. Aku merasa biji mataku terbalik-balik dibuatnya. Aku hanya mendesah dan mengeluarkan kata-kata untuk meminta Sarif mempercepat dan memperkuat gerakannya.
Sarif menuruti permintaanku. Dia memperkeras gerakkannya, sehingga eranganku semakin menjadi-jadi. Aku yakin, jikalau saja daerah kost ini tidak jauh dari jalan, niscaya sudah banyak orang yang mengintip. Tetapi jikalau pun keadaanya menyerupai itu, saya sudah tidak perduli. Yang ada dibenakku hanyalah menikmati kenikmatan ini sepuas-puasnya. Bahkan jikalau hingga ada orang yang mengintip saya akan semakin memperkeras eranganku. Tapi rupanya hal ini mengganggu Sarif.
"San, jangan keras-keras, dong..! Nanti didengar orang. Pelanin sedikit bunyi kamu..!" pinta Sarif.
Tapi saya tidak perduli, alasannya yaitu saya yakin tidak akan ada orang lewat di depan kamar kostku. Dan lantaran saya tidak mengurangi volume suaraku, alhasil Sarif mengikuti gayaku. Dia pun mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan dengan agak keras.
Bosan dengan posisi telungkup, kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, sehingga posisiku menjadi menungging. Dengan posisi menyerupai ini kemaluanku menjadi semakin terbuka lebar, sementara Sarif mengambil posisi berlutut. Kali ini saya benar-benar mencicipi seluruh batang kemaluan Sarif terpendam dalam vaginaku. Eranganku pun semakin menggila.
Tidak usang lalu saya kembali mencicipi seluruh syarafku menegang. Persendianku meregang sejenak.
Akhirnya.., "Riiff.. Aku.. sampai..!" kembali vaginaku membanjir.
"Aaa.. aakhh..!" jeritku melepas kenikmatan.
Bersamaan dengan itu, tubuhku menggelosor di kasur. Sementara Sarif masih meneruskan kegiatannya. Bahkan semangatnya makin menjadi. Kubiarkan saja ia meneruskan permainan. Karena tenagaku serasa habis terkuras.
Tapi tidak usang lalu gerakan Sarif menjadi lebih absurd lagi. Diangkatnya pinggulku hingga saya kembali pada posisi agak tertungging. Kedua tangannya mencengkeram pangkal pinggulku dan dengan kekuatan yang tidak kuperhitungkan ia menarik-narik pinggulku diikuti pinggulnya yang digerakkan berlawanan. Tentu saja hal itu menciptakan gerakan kami benar-benar bertemu pada satu titik yang menghasilkan benturan yang keras, hingga menjadikan bunyi Cplak! Cplak! Cplak!
"Aauw.. Riiff.. Gii.. laa.. kaa.. muu..!" rintihku setengah menjerit.
"Sabaar.. San., Aakuu.. maauu saammpaaii..!"
Lalu.., "Sroot..! Serr.. Serr.. Serr.." keluarlah cairan kental tubuhnya menggenangi liang kemaluanku yang juga basah.
Sarif menekan batang kemaluannya dalam-dalam ke liang senggamaku sambil tangannya menekan pinggulku ke arah kemaluannya kuat-kuat. Aku yakin seluruh batang kemaluannya tertanam dalam vaginaku. Lidahku bahkan sempat terdongkrak keluar dari tempatnya. Mataku terbeliak seakan ingin lepas dari tempatnya.
Tubuh Sarif mengejang sesaat. Lalu menggelosor di sebelahku. Napasnya memburu. Tubuhnya dibasahi keringat. Begitu juga aku. Seluruh persendianku menyerupai terlepas dari rangkaiannya dan hanya sanggup melongo sambil berbagi senyum yang dibalas oleh Sarif. Perlahan kuangkat tanganku dan kurangkul dia.
"Kamu hebat, Rif," bisikku yang hampir tidak terdengar.
"Kamu juga..," jawab Sarif.
Lalu kami melongo dan tertidur.
Apa yang menjadi angan-anganku selama ini sudah terlaksana, saya menjadi pacarnya. Kehidupan kami selanjutnya yaitu rutinnya kami menjalani masa pacaran kami dengan kegiatan seks kami. Semoga apa yang kualami ini menunjukkan citra tersendiri bagi anda, perempuan yang mendambakan laki-laki idamannya. Kalau anda mau berusaha, niscaya ada jalan keluarnya.
Tamat