Dunia Gemerlap, Dunia Hampa 1

Namaku Tina. Usiaku 16 tahun. Aku sekolah di sebuah SMU swasta populer di Surabaya. Sudah hampir setahun ini hidupku penuh berisi kesenangan-kesenangan yang liar. Dugem, ineks dan seks bebas. Sampai akhirnya saya terjerumus dalam ambang kehancuran. Terombang-ambing dalam ketidak pastian. Aku resah apa yang kucari. Aku resah harus kemana arah dan tujuanku. Apa yang selama ini kulakukan tidak memperlihatkan kemajuan yang positif. Bahkan saya nyaris gila. Siapakah saya ini?

Sejujurnya saya meratapi kondisiku yang ibarat ini. Keterlibatanku dengan narkoba telah membawaku ke dalam kehidupan yang kelam. Sungguh kejam! Aku jadi berangan-angan ingin kembali ke kehidupan lamaku dimana saya belum mengenal narkoba. Saat itu begitu indah. Orang tuaku sayang padaku. Andrew pacarku dengan setia berada disisiku. Dan beliau selalu tiba untuk menghibur dan menemaniku.

Aku jadi ingat pada hari-hari tertentu, teman-teman sekolahku tiba main ke rumah untuk mengerjakan kiprah atau hanya sekedar berkumpul. Kalau lagi ada pacarku, mereka selalu menarik hati kami sebagai pasangan serasi. Padahal menurutku kami bertolak belakang. Aku pemalu dan gampang merajuk. Sedang pacarku biang kerok di sekolah dan tidak tahu malu. Aku berprestasi dalam pelajaran tapi kurang menguasai bidang olah raga. Sedangkan beliau berprestasi dalam olah raga namun malas belajar. Tinggiku sedang dan badanku agak kurus. Sedangkan beliau tinggi dan besar. Pokoknya beda banget. Tapi sahabat sekolah menyampaikan kami pasangan serasi. Entah apanya yang serasi..

Aku masih ingat saat-saat terakhir beliau meninggalkan saya untuk sekolah ke Amerika. Ada setitik firasat bahwa itu ialah ketika terakhir saya bersamanya. Aku menangis tiada henti di bandara ibarat orang bodoh. Tidak ada kata yang terucap, hanya sedu sedan lirih terdengar dari mulutku. Orang tuanya hingga sungkan pada orang tuaku dan berusaha menghiburku dengan menyampaikan bahwa Andrew akan sering pulang ke Indonesia untuk menengokku. Orang tuaku pun tak kalah dan berjanji padaku akan menyekolahkan saya ke Amerika selepas SMU.

Kata orang cinta akan lebih terasa ketika terpisahkan oleh jarak. Aku tidak sabar untuk membuka e-mail setiap malam. Telepon internasional seminggu sekali menjadi pelepas dahaga bila saya rindu suaranya. Setiap malam menjelang tidur, saya melihat-lihat foto kami berdua. Dan tak lupa saya mendoakan dia.

Kini Andrew tidak akan mau memandangku lagi. Laporan dari teman-temannya yang melihat saya berkeliaran di diskotik-diskotik dengan lelaki lain membuatnya marah dan tidak mempercayai aku. Dia mengadili saya yang hanya dapat menangis dan berjanji akan menghentikan perbuatanku. Tapi apa daya, di belahan dunia lain, Andrew tidak akan dapat melihat keseriusanku. Dia meminta untuk mengakhiri hubungannya denganku meski saya menangis meraung-raung di telepon. Aku tak berdaya. Dia begitu kerasnya tidak mengampuni kesalahanku.

Yah memang semua itu memang salahku. Tapi apakah saya tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan? Apakah setiap orang tidak pernah khilaf? Apakah sama sekali tidak ada ampun untukku? Dia dulu menyampaikan apa pun yang terjadi akan selalu mencintaiku. Akan selalu menjagaku. Semakin hari cintanya padaku akan semakin besar. Ternyata, bohong! Itu semua hanya bohong belaka!

Saat ini saya jadi ceweq bodoh, sering melongo dan gampang stres. Bukan hanya hubunganku dengan Andrew yang hancur. Hubunganku dengan ayah ibuku juga memburuk. Mereka sudah mengalah menghadapi saya yang hampir setiap hari pulang pagi. Mereka bahkan mengancam akan mengusir saya bila terus menerus ibarat ini.

Aku jadi sering membolos sekolah. Prestasiku di sekolah makin hari makin memburuk. Aku telah kehilangan minat untuk berguru dan meraih ranking tinggi di sekolah. Hubungan sosial dengan sahabat sekolahku juga semakin buruk. Aku malas bergaul dengan mereka. Aku takut mereka mengetahui siapa saya sebenarnya. Aku takut mereka mengembangkan tingkah lakuku sebenarnya. Aku takut..

Aku jadi paranoid! Aku jadi gampang curiga dengan semua orang. Aku jadi sulit tidur dan melongo yang tidak-tidak. Aku jadi sering mimpi jelek dan makin sulit membedakan mana mimpi dan kenyataan. Lama-lama saya dapat gila!

Aku ingin berhenti memakai narkoba dan sesegera mungkin meninggalkan dunia gemerlap yang selama setahun ini kugeluti. Tapi saya sulit meninggalkannya. Aku terperangkap di dalamnya!

Ineks! Semua ini gara-gara pil setan itu! Badanku semakin kurus. Mataku cekung dihiasi garis hitam dibawahnya. Aku tidak mengenali wajahku sendiri di hadapan cermin. Bahkan Mamaku sudah mengecap saya sebagai perempuan nakal.

Yah.. perempuan nakal.. saya memang telah jadi perempuan nakal. Aku telah melepaskan keperawananku pada seorang laki-laki yang bukan suamiku. Aku aib pada diriku dan pada orang tuaku. Diriku bukan Tina yang dulu. Tina yang selalu meraih prestasi di sekolah. Tina yang selalu membanggakan orang tua. Tina yang rajin ke gereja. Tina yang lugu dan pemalu. Tina yang selalu jujur dan berterus terang..

Malam itu entah malam keberapa saya ke diskotik dengan Martin. Setelah triping gila-gilaan bersama teman-teman, saya pulang bersama Martin. Sebenarnya saya malas pulang sebab masih dalam keadaan on berat. Gara-gara Bandar gede dari Jakarta datang, semua jadi kebanyakan ineks. Badanku terus bergetar tiada henti, dan rahangku bergerak-gerak ke kiri dan kekanan. Dengan eratnya saya peluk lengan Martin seperti takut kehilangan dirinya.

Tidak ibarat biasanya Martin mengajakku putar-putar keliling kota. Mungkin beliau kasihan melihat saya masih on berat dan tidak tega membiarkan saya sendirian di rumah. Aku sih senang-senang saja. Kuputar lagu-lagu house music agak kencang, meski saya tahu hasilnya dapat fatal.

Tak hingga lima menit, lagu house music dan hembusan hawa AC yang hirau taacuh menciptakan saya on lagi! Aku menggerak-gerakkan badan, kepala dan tanganku di kursi sebelah. Rasanya asyik sekali triping dalam kendaraan beroda empat yang melaju membelah kota! Martin tertawa melihat saya memutar-mutar kepala ibarat angin puyuh.

"Untung beling film mobilku gelap. Makara saya nggak perlu takut orang-orang melihat tingkahmu!" ujarnya.

Hahaha.. rasanya ketika itu saya tidak peduli mau dilihat orang, polisi, hansip atau siapa pun juga, saya tidak akan peduli! Lagipula ini masih jam 3 pagi.

Setelah setengah jam kami putar-putar kota, akhirnya kami hingga di tempat sekitar rumah Martin. Martin menyarankan biar saya meneruskan tripingku di rumahnya. Sebab terlalu riskan bila triping di jalanan ibarat itu. Kalau sedang sial dapat ketangkap polisi. Aku yang sudah tidak dapat berpikir lagi Cuma mengiyakan semua omongannya.

Sampai di rumahnya, saya eksklusif diantar ke kamarnya. Sambil meletakkan kunci mobil, Martin menyalakan ac dan memutar lagu house music untukku. Wah beliau benar-benar ingin menciptakan saya on terus hingga pagi! Ok, Aku layani! Kurebut remote ac dari tangannya dan ku setel dengan temperatur paling rendah.

Martin yang sudah drop, begitu mencium amis ranjang eksklusif hendak merebahkan badannya yang besar itu ke tempat tidur. Tentu saja saya tidak ingin tripping sendiri! Kutarik tangannya dan kuajak beliau goyang lagi. Martin mengerang dan tetap menutup wajahnya dengan bantal. Tingkahnya dibentuk manja ibarat anak kecil. Tidak habis pikir saya segera mencari koleksi minumannya di mejanya. Kusambar sebotol Martell VSOP dan kupaksa beliau minum.

Mulanya Martin menolak dengan alasan besok harus kerja. Namun saya memaksa terus hingga beliau tak berkutik. Beberapa teguk Martell membuahkan hasil juga. Martin berdiri dan duduk didepanku. Aku segera memeluknya dari belakang dan menggodanya dengan manja.

"Kalau kau mau nemenin saya tripinng.. hari ini saya jadi milikmu."
"Milikku sepenuhnya..? Ehm.. I love it!" Balas Martin nakal.
"Ya..ehm.. jadi milikmu.." gumamku di akrab telinganya.

Aku memeluknya dari belakang dan menciumi telinganya hingga beliau kegelian. Aku terus menggodanya dengan menciumi leher dan bahunya. Tiba-tiba beliau membalikkan tubuh dan menyergapku! Aku kaget juga dan berteriak kecil. Martin mendekapku erat-erat dan balas menciumi wajah, leher dan telingaku. Aku menjerit-jerit kegelian oleh tingkahnya.

Lama-lama ciuman Martin semakin turun ke bawah. Dia melorotkan tali tank-topku dan menciumi buah dadaku dengan ganas sambil mendengus-dengus. Aku bergetar menahan geli dan rangsangan yang hebat. Otot-otot tubuh dan kakiku terasa kaku semua.

Tidak puas menciumi dadaku, Martin meloloskan bra yang menutupi dadaku sehingga kedua buah dadaku tersembul keluar.

"Woow.. saya paling suka payudaramu!" desisnya.

Aku paling suka jikalau keindahan tubuhku dipuji. Dia mengucapkan kata-kata itu dengan mata berbinar-binar sehingga membuatku tersanjung. Tentu saja saya eksklusif menutupi dadaku dengan kedua tanganku seperti melarangnya untuk melihat.

Sedetik kemudian beliau membuka kedua tanganku dan membungkuk kearah dadaku kemudian mendekatkan mulutnya ke puting kananku. Dengusan napasnya yang mengenai putingku sudah dapat membuatku menggelinjang. Pelan-pelan lidahnya menjilat putingku sekilas, kemudian berhenti dan memandang reaksiku. Aku memejamkan mata dan mendengus. Perasaanku melambung hingga ke awang-awang! Ketika kubuka mataku, beliau memandangku sambil tersenyum nakal. Aku memukulnya. Kemudian beliau menjilat puting kiriku sekilas. Aku kembali menggelinjang-gelinjang. Aku merasa detik-detik penantian apa yang akan dilakukan Martin pada putingku menciptakan saya makin penasaran. Aku mengerang-erang ingin biar Martin meneruskan aksinya.

Aku sudah sangat terangsang hingga memohon-mohon padanya biar memuaskan aku. Martin tersenyum cantik sekali kemudian mulai memasukan putingku ke mulutnya. Putingku dipermainkan dengan lisan dan lidahnya yang hangat. Aku bergetar dan menggelinjang menjadi-jadi. Kepiawaian Martin merangsang dan memuaskan saya sudah terbukti. Rangsangan yang andal melupakan segala komitmen yang pernah kubuat.

Martin sangat terangsang rupanya. Aku merasa ada yang mengganjal di cuilan bawah perutku dan menyodok-nyodok kemaluanku. Aku membuka kedua kakiku lebar-lebar dan merubah posisi pinggulku biar kemaluanku bergesekan dengan penisnya. Tiap kali penisnya menggesek klitorisku saya mengerang dan merenggut apa saja yang dapat kurenggut termasuk rambutnya. Napas kita yang mendengus-dengus bersahut-sahutan bersaing dengan lagu house music yang memenuhi ruangan.

Martin meneruskan aksinya sambil melepas pakaianku satu persatu hingga saya telanjang bulat. Aku menatap wajahnya dengan perasaan tak karuan. Lalu beliau membuka pakaiannya sendiri dan mulai menyerangku dengan ganas.

Aku diciumi mulai lisan turun ke leher kemudian ke buah dadaku. Kemudian turun lagi melewati pusar dan bulu kemaluanku. Dia berhenti sesaat sambil melihat saya yang sudah terangsang berat.

"Martin.. cium anuku please.." pintaku terbata-bata.
"Hehehe.." Desisnya pelan.

Lalu tanpa menunggu perintah kedua kalinya, beliau mulai merubah posisinya biar mulutnya pas di kemaluanku. Kemudian kakiku dibuka lebar-lebar ke atas sehingga kemaluanku menyembul di antara pahaku. Aku merasa hawa hirau taacuh menerpa cuilan dalam kemaluanku yang merekah. Aku memejamkan mata berdebar-debar menunggu Martin memulai aksinya.

Martin menciumi sisi luar kemaluanku dengan perlahan. Aku mengerang tertahan dan mengerutkan dahi. Rasanya geli sekali! Ciumannya bergerak ke tengah dan berhenti di klitorisku. Klitorisku diciuminya usang sekali ibarat jikalau beliau menciumi bibirku. Dia mengulum dan kadang menyedot kemaluanku dengan kuat. Aku mendesah-desah keras sekali. Tak tergambarkan rasanya. Lalu ketika lidahnya ikut bermain, saya tak besar lengan berkuasa menahan lebih usang lagi. Dibukanya bibir kemaluanku dengan jarinya, kemudian lidahnya dimasukan diantaranya. Lidahnya memilin-milin klitorisku dan kadang masuk ke vaginaku dalam sekali.


Ke cuilan 2

Subscribe to receive free email updates: