Daun-Daun Muda

Hai, para penikmat 17Tahun, kenalkan nama saya Andra (nggak nama sebenarnya). Umur 24 tahun dan kini lagi kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Kediri. Aku termasuk pemuda yang terkenal di kampus (sekeren namaku). Tapi saya punya kelemahan, ketika ini saya udah nggak perjaka lagi (emang kini udah nggak jamannya keperjakaan diutamakan). Nah, hilangnya perjakaku ini yang pengin saya ceritakan.

Aku punya banyak cewek. Diantaranya banyak cewek itu yang paling saya sukai ialah Rere. Tapi dalam kisah ini bukan Rere tokoh utamanya. lantaran hilangnya perjakaku nggak ada sangkut pautnya sama Rere. Malah waktu itu saya aku lagi marahan sama doski.

Waktu itu saya nganggap Rere nggak bener-bener sayang sama aku. Aku lagi jutek banget sama dia. Habisnya udah lima bulan pacaran, masak Rere hanya ngasih sun pipi doang. Ceritanya pas saya ngapel ke daerah kostnya, saya ngajakin ia ML. Habis saya pengin banget sih. (keseringan mantengin VCD parto kali yee..). Tapi si Rere menolak mentah-mentah. Malahan saya diceramahin, busyet dah!

Makanya malam ahad itu saya nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-duduk sambil gitaran di teras kamar kostku. Semua sobat kostku pada ngapel atau entah nglayap kemana. Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost agak sepi. Sebab semenjak tadi sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka, Murni sudah dijemput pacarnya sejam yang lalu. Sedang Maidy, adiknya Murni entah nglayap kemana. Yang ada tinggal Maya, si bungsu dan Ersa, sepupunya yang kebetulan lagi berkunjung ke rumah oomnya. Terdengar irama lagu India dari dalam rumah induk, niscaya mereka lagi asyik menonton Gala Bollywood.

Nggak tahu, entah lantaran suaraku merdu atau mungkin lantaran suaraku fals plus berisik, Maya tiba menghampiriku.
"Lagi nggak ngapel nih, Mas Andra?" sapanya ramah (perlu diketahui jikalau Maya memang orangnya ramah banget)
"Ngapel sama siapa, May?" jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat.
"Ah.. Mas Andra ini akal-akalan lupa sama pacarnya."
Gadis itu duduk di sampingku (ketika ia duduk sebagian paha mulusnya terlihat lantaran Maya cuman pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tersenyum kecut.
"Udah putus saya sama dia." jawabku kemudian.
Nggak tahu deh, tapi saya menangkap ada yang absurd dari gelagat Maya. Gadis 14 tahun itu nampaknya bahagia mendengar saya putus. Tapi ia berusaha menutup-nutupinya.
"Yah, kacian deh.. habis putus sama pacar ya?" godanya. "Kayaknya bete banget lagunya."
Aku menghentikan petikan gitarku.
"Yah, gimana ya.. kayaknya saya lebih suka sama Maya deh ketimbang sama dia."

Nah lo! Kentara benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu merah mukanya. saya segera berpikir, apa bener ya info yang beredar di daerah kost ini kalo si Maya ada mau sama aku.
"May, kok membisu aja? Malu yah.."

Maya melirik ke arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang duduk di sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua smp tapi kok perawakannya udah kayak anak sma aja. Tinggi langsing semampai, bodinya bibit-bibit peragawati, payudaranya.. waduh kok besar juga ya. Tiba-tiba saja jantungku berdebar memandangi badan Maya yang cuman pakai kaos ketat tanpa lengan itu. Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya. Ih, ereksiku naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu ditumbuhi bulu-bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek.

"Mas, daripada nganggur gimana kalo Mas Andra bantu saya ngerjain peer bahasa inggris?"
"Yah Maya, malam ahad kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Andra, iya nggak?" pancingku.
"Ah, Mas Andra ini sanggup aja godain Maya.."
Maya mencubit pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, saya kok kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah?
"Mau nggak Mas, tolongin Maya?"
"Ada upahnya nggak?"
"Iiih, dimintai tolong kok minta upah sih.."
Cubitan kecil Maya kembali memburu di pahaku. Siir.. kok malah tambah merinding begini ya?
"Kalau diupah sun sih Mas Andra mau loh." pancingku sekali lagi.
"Aah.. Mas Andra bandel deh.."

Sekali lagi Maya mencubit pahaku. Kali ini saya menahan tangan Maya supaya tetap di pahaku. Busyet, gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman membisu sambil menahan malu.
"Ya udah, Maya ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Andra aja. Nanti tak bantu ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?"

Gadis itu cuman senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik.. niscaya deh ia mau. Benar saja, nggak hingga dua menit saya sudah sanggup menggiringnya ke kamar kostku.

Kami terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah saya tutup, tapi nggak saya kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain peer, saya ajak aja ia ngobrol.
"Sudah bilang sama Ersa kalo kau kemari?"
"Iya sudah, saya bilang ke daerah Mas Andra."
"Trus si Ersa gimana? Nggak marah?"
"Ya enggak, ngapain marah."
"Sendirian dong dia?"
"Mas Andra kok nanyain Ersa mulu sih? Sukanya sama Ersa ya?" ujar Maya merajuk.
"Yee.. Maya marah. Cemburu ya?"
Maya merengut, tapi sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang ia bawa dari rumah induk.

"Maya udah punya pacar belum?"tanyaku memancing.
"Belum tuh."
"Pacaran juga belum pernah?"
"Katanya Mas Andra mau ngajarin Maya pacaran." balas Maya.
"Maya bener mau?" Gayung bersambut nih, pikirku.
"Pacaran itu dasarnya harus ada suka." lanjutku ketika kulihar Maya tertunduk malu. "Maya suka sama Mas Andra?"

Maya memandangku penuh arti. Matanya seakan ingin bersorak mengiyakan pertanyaanku. tapi saya butuh tanggapan yang sanggup didengar. Aku duduk merapat pada Maya.
"Maya suka sama Mas Andra?" ulangku.
"Iya." gumamnya lirih.
Bener!! Dia suka sama aku. Kalau gitu saya boleh..
"Mas Andra mau ngesun Maya, Maya nurut aja yah.." bisikku ke indera pendengaran Maya

Tanganku mengusap rambutnya dan wajah kami makin dekat. Maya menutup matanya kemudian membasahi bibirnya (aku bener-bener bersorak sorai). Kemudian bibirku menyentuh bibirnya yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil sekali-sekali kugigit bibirnya.
Mmm..muah.. kuhisap bibir ranum itu.

"Engh.. emmh.." Maya mulai melenguh.
Nafasnya mulai tak beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam terbayang lidah-lidah kami yang saling bertarung, dan saling menggigit. Tanganku tanpa harus diperintah sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya. Kuperas-peras payudara Maya penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika gundukan hangat itu terasa kenyal di ujung jari-jariku.

Bibirku merayap menyapu leher jenjang Maya. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut sambil kusedot perlahan sambil kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-rajang birahi Maya.
"Engh.. Mass.. jangan.. saya uuh.."
Ketika kulepaskan maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Maya.

"May.. kaosnya dilepas ya sayang.."
Gadis itu hanya menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat kancing kaos Maya satu persatu dengan tangan kananku. Sedang tangan kiriku masih terus meremas payudara Maya bergantian dari balik kaos. Tak tega rasanya membiarkan Maya kehilangan kenikmatannya. Jemari Maya menggelitik di dada dan perutku, membuka paksa hem lusuh yang saya kenakan. Aku menggeliat-geliat menahan amukan asmara yang Maya ciptakan.

Kaos pink Maya terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis tertutup kain pink tipis. Kupeluk badan Maya dan kembali kuciumi leher jenjang gadis manis itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bernafsu untuk membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-nya, hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan daging itupun menghangat di ulu hatiku.

Kubaringkan perlahan-lahan badan semampai itu di ranjang. Wow.. payudara Maya (yang kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan menggairahkan banget. Beberapa kali saya menelan ludah memandangi payudara Maya. Ketika mencicipi tak ada yang kuperbuat, Maya memicingkan mata.

"May.. adekmu udah gede banget May.."
"Udah waktunya dipetik ya mass.."
"Ehem, supaya saya yang metik ya May.."
Aku berada di atas Maya. Tanganku segera bekerja membuat kenikmatan demi kenikmatan di dada Maya.
Putar.. putar.. kuusap memutar pentel jerawat itu.
"Auh..Mass.. Aku nggak tahan Mass.. kayak kebelet pipis mas.." rintih Maya.

Tak saya hiraukan rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Maya dengan mulutku.
"Mmm.. suup.. mm.." kukenyot-kenyot kemudian saya sedot putingnya.
"Mass.. sakiit.." rintih Maya sambil memegangi vaginanya.
Sekali lagi tak saya hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Maya sangat menyenangkan. Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta.

Tapi usang kelamaan saya tak tega juga membuat Maya menahan kencing. Makara saya lorot saja celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Maya telah basah.
"Maya kencing di celana ya Mass?"
"Bukan sayang, ini bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang anggun ini."
Maya tertawa mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan vaginanya yang telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar. Vaginanya ditumbuhi bulu lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh lendir-lendir kenikmatan Maya. Merah merona, vagina yang masih perawan.

Tak tahan saya melihat ayunya lubang kawin itu. Segera saya keluarkan penisku dari sangkarnya. Kemudian saya jejalkan ke pangkal selakangan yang membuka itu.
"Tahan ya sayang..engh.."
"Aduh.. sakiit mass.."
"Egh.. rileks aja.."
"Mas.. aah!!" Maya menjambak rambutku dengan liar.
Slup.. batang penisku yang perkasa menembus goa perawan Maya yang masih sempit. Untung saja vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-lahan, dua centi lima centi masih sempit sekali.
"Aduuh Mass.. sakiit.." rintih Maya.

Aku hentakkan batang penisku sekuat tenaga.
"Jruub.."
Langsung amblas seketika hingga ujungnya menyentuh dinding rahim Maya. Batang penisku berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal. Ujungnya tersentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.

Aku tuntun penisku bergoyang-goyang.
"Sakit sayang.." kataku.
"Enakk..eungh.." Maya menyukainya.
Ia pun ikut menggoyang-goyangkan pantatnya. Makin usang makin keras sampai-sampai ranjang itu berdecit-decit. Sampai-sampai badan Maya berayun-ayun. Sampai-sampai kedua gunung kembar Maya melonjak-lonjak. Segera saya tangkap kedua gunung itu dengan tanganku.

"Enggh.. ahh.." desis Maya ketika tanganku mulai meremas-remasnya.
"Mass saya mau pipis.."
"Pipis aja May.. nggak papa kok."
"Aaach..!!"
"Hegh..engh.."
"Suur.. crot.. crot.. "
Lendir kawin Maya keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama mencapai orgasme.

"Ah.." lega. Kutarik kembali penisku nan perkasa. Darah perawan Maya melekat di ujungnya berbaur dengan maniku dan cairan kawinnya. Kupeluk dan kuciumi gadis yang gres memberiku kepuasan itu. Mayapun terlelap kecapaian.

Kreek.. Pintu kamarku dibuka. Aku segera menengok ke arah pintu dengan blingsatan. Ersa terpaku di depan pintu memandangi badan Maya yang tergeletak bugil di ranjang kemudian ganti memandangi penisku yang sudah mulai melemas. Tapi saya juga ikut terpaku kala melihat Ersa yang sudah bugil abis. Aku tidak tahu tahu jikalau semenjak Maya masuk tadi Ersa mengintip di depan kamar.

"Ersa? Ng.. anu.." antara takut dan nafsu saya pandangi Ersa.
Gadis ini lebih renta dua tahun diatas Maya. Pantas saja jikalau ia lebih matang dari maya. Walau wajahnya tak sanggup menandingi keayuan Maya, tapi tubuhnya tak kalah menarik dibanding Maya, apalagi dalam keadaan full naked kayak gitu.

"Aku nggak akan bilang ke oom dan tante asal.."
"Asal apaan?"
Mata Ersa sayu memandang ke arah Maya dan penisku bergantian. Lalu ia membelai-belai payudara dan vaginanya sendiri. Tangan kirinya bermain-main di belahan vaginanya yang telah basah. Ersa sengaja memancing birahiku. Melihat adegan itu, gairahku bangun kembali, penisku ereksi lagi. Tapi saya masih ingin Ersa membarakan gairahku lebih jauh.

Ersa duduk di atas meja belajarku. Posisi kakinya mekangkang sehingga vaginanya membuka merekah merah. Tangannya masih terus meremas-remas susunya sendiri. Mengangkatnya tinggi seakan memperlihatkan segumpal daging itu kepadaku.
"Mas Andra.. sini.. ay.."
Aku tak peduli ia mengikik bagai perek. Aku berdiri di depan gadis itu.
"Ayo.. Mas mainin saya lebih hot lagi.." pintanya penuh hasrat.

Aku gantiin Ersa meremas-remas payudaranya yang ukuran 36 itu. Puting diujungnya sudah jerawat dan keras, tanda Ersa sudah nafsu banget.
"Eahh.. mmhh.." rintihannya sexy sekali membuatku semakin memperkencang remasanku.
"Eahh.. mas.. sakit.. enak.."

Ersa memainkan jarinya di penisku. Mempermainkan buah jakarku membuatku melenguh keasyikan. "Ers.. tanganmu bandel banget.."
Gadis itu cuman tertawa mengikik tapi terus mempermainkan senjataku itu. Karena gemas saya caplok susu-susu Ersa bergantian. Kukenyot sambil saya tiup-tiup.
"Auh.."
Ersa menekan batang penisku.
"Ers.. sakit sayang" keluhku diantara payudara Ersa.
"Habis cuek kan mas.." balasnya.

Setelah puas saya pandangi wajah Ersa.
"Ersa, mau jurus gres Mas Andra?"
Gadis itu mengangguk penuh semangat.
"Kalau gitu Ersa tiduran di lantai gih!"
Ersa berdasarkan saja ketika saya baringkan di lantai. Ketika saya hendak berbalik, Ersa mencekal lenganku. Gadis yang sudah gugur rasa malunya itu segera merengkuhku untuk melumat bibirnya. Serangan lidahnya menggila di ronga mulutku sehingga saya harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengimbanginya. Tanganku dituntunnya mengusap-usap lubang kelaminnya. Tentu saja saya pribadi tanggap. Jari-jariku bermain diantara belantara hitam nan lebat diatas bukit berkawah itu. "Mmm.. enghh.."
Kami saling melenguh mencicipi sejuta nikmat yang tercipta.

Aku ikut-ikutan merebah di lantai. Aku arahkan Ersa untuk mengambil posisi 69, tapi kali ini saya yang berada di bawah. Setelah siap, tanpa harus diperintah Ersa segera membenamkan penisku ke dalam mulutnya (aku jadi berpikiran jikalau bocah ini sudah berpengalaman).
Ersa bersemangat sekali melumat penisku yang semenjak tadi berdenyut-denyut nikmat. Demikian juga aku, begitu nikmatnya menjilati lendir-lendir di setiap jengkal vagina Ersa, sedang jariku bermain-main di kedua payudaranya. Srup srup, demikian bunyinya ketika kusedot lendir itu dari lubang vagina Ersa. Ukuran vagina Ersa sedikit lebih besar dibanding milik Maya, bulu-bulunya juga lebih lebat milik Ersa. Dan klitorisnya.. mm.. mungil merah kenyal dan mengasyikkan. Makara jangan ngiri kalo saya bener-bener melumatnya dengan lahap.

"Ngngehh..uuhh.." lenguh Ersa sambil terus melumat senjataku.
Sedang lendir kawinnya keluar terus.
"Erss.. isep sayang, isepp.." kataku ketika saya merasa mau keluar.
Ersa menghisap kuat-kuat penisku dan croott.. cairan putih kental sudah penuh di lubang verbal Ersa. Ersa berhenti melumat penisku, kemudian ia terlentang dilantai (tidak lagi menunggangiku). Aku heran dan memandangnya.
"Aha.." ternyata ia menikmati rasa spermaku yang juga belepotan di wajahnya, dasar bocah gemblung.

Beberapa ketika kemudian ia kembali menyerang penisku. Mendapat serangan ibarat itu, saya malah ganti menyerangnya. Aku tumbruk dia, kulumat bibirnya dengan buas. Tapi tak usang Ersa berbisik, "Mas.. saya udah nggak tahan.."
Sambil berbisik Ersa memegangi penisku dengan maksud menusukannya ke dalam vaginanya.

Aku minta Ersa menungging, dan saya siap menusukkan penisku yang perkasa. penisku itu makin tegang ketika menyentuh bibir vagina. Kutusuk masuk senjataku melewati liang sempit itu.
"Sakit Mas.."
Sulitnya masuk liang kawin Ersa, untung saja dindingnya sudah berair semenjak tadi jadi saya tak terlalu ngoyo.

"Nggeh.. dikit lagi Ers.."
"Eeehh.. waa!!"
"Jlub.." 15 centi batang penisku amblas sudah dikenyot liang kawin Ersa. Aku diamkan sebentar kemudian saya kocok-kocok seirama desah nafas.
"Eeehh.. terus mass.. uhh.."
Gadis itu menggeliat-geliat nikmat. Darah merembes di selakangnya. Entah sadar atau tidak tangan Ersa meremas-remas payudaranya sendiri.

Lima belas menit penisku bermain petak umpet di vagina Ersa. Rupaya gadis itu enggan melepaskan penisku. Berulang-ulang kali spermaku muncrat di liang rahimnya. Merulang-ulang kali Ersa menjerit pertanda bahwa ia berada dipucuk-pucuk kepuasan tertinggi. Hingga hasilnya Ersa kelelahan dan menentukan tidur terlentang di samping Maya.

Capek sekali rasanya menggarap dua daun muda ini. Aku tak tahu apa mereka menyesal dengan insiden malam ini. Yang niscaya saya tak menyesal perjakaku hilang di vagina-vagina mereka. Habisnya puas banget. Setidaknya saya sanggup mengobati kekecewaanku kepada Rere.

Malam makin sepi. Sebelum yang lain pada pulang, saya segera memindahkan badan Maya ke kamarnya lengkap dengan pakaiannya. Begitu juga dengan Ersa. Dan malam ini saya sibuk bergaya berpura-pura tak tahu-menahu dengan insiden barusan. Lagipula tak ada bukti, bekas cipokan di leher Maya sudah memudar.
He.. he.. he.. mereka akan menerka ini hanya mimpi.

Tamat

Subscribe to receive free email updates: