Pertemuan Lanjutan

Selepas Makan Siang, telepon genggamku bergetar hebat, menampilkan nomor +62266xx di layarnya. 0266, dari kota manakah itu? Pikirku dalam hati. Dengan hati-hati kutekan tombol "Answer", kemudian terdengar bunyi halus dari ujung sebelah sana.
".. Kang, ini Euis (bukan nama asli). Masih ingat? ..".
Jantungku seakan berhenti mendengar nama itu. Dari mana ia tahu nomor telepon genggamku ini? Segera berkelebat bayangan dalam pikiranku, bagaimana ia kuperawani satu ahad yang lalu, di sebuah penginapan di Selabintana. Mukanya yang manis, tubuhnya yang mungil dan seksi, dan matanya yang menatapku lekat-lekat sambil berlinang air mata dikala kegadisannya kurenggut malam itu.
".. Ee, tentu masih dong. Apa kabar? Gimana juga khabar Nyai? .."
jawabku dengan bunyi yang kubuat setenang mungkin.
".. Baik Kang, kok nanyain Nyai terus sih? .."
lanjutnya dengan nada bunyi yang kurang senang.
".. Kang, kapan mampir ke sini lagi, Euis kangen ingin ketemu lagi dengan akang .." lanjutnya. Aku tersentak menyadari akan keadaan yang sulit dan serba salah, yang akan kuhadapi selanjutnya. Kangen? Ini bahaya, ini dilarang terjadi. Aku selalu berusaha untuk tidak meninggalkan kesan mendalam dalam setiap petualangan-petualangan nakalku. Aku tidak ingin terlibat lebih lanjut dengan gadis dan perempuan yang pernah berafiliasi denganku. Tubuh dan nafsuku mungkin saja kuumbar dan dimiliki sesaat oleh beberapa gadis dan wanita, tapi hati dan cintaku hanya untuk istriku seorang. Aku memang egois, ibarat kaum laki-laki pada umumnya. Ingin kuputuskan komunikasi ini, tapi tidak tega. Bagaimanapun, gadisku ini sudah berkorban dengan menyerahkan miliknya yang sangat berharga padaku. Aku masih punya sedikit rasa untuk tidak "mencampakkan" ia begitu saja. Mungkin saja kata kangen itu hanyalah selubung dari maksud-maksud lain dibaliknya, kebutuhan akan bahan misalnya. Mungkin saja lembaran yang kusisipkan ke dalam tas sekolahnya dikala itu dianggap belum cukup untuk menebus apa yang telah ia berikan padaku. Dan beberapa kata mungkin lain yang muncul bergantian dalam pikiranku. Aku sampaikan padanya bahwa nanti sore saya akan berangkat ke ibu kota melalui kotanya, untuk menghindari kemacetan di jalur Puncak. Aku sampaikan juga kemungkinan untuk bisa bertemu dengannya, sesudah hingga ke kotanya nanti malam. Euis memberiku sebuah nomor yang sanggup kuhubungi, nomor yang dikeluarkan oleh salah satu operator selular di negeri ini.

Selepas jam kantor dan sedikit persiapan di rumah, akupun mengarahkan kendaraan beroda empat kecil biruku meninggalkan kota kawasan tinggalku. Kekuatan dan kecepatan mesinnya yang dahsyat tidak kumanfaatkan kali ini. Aku ingin santai sambil menikmati perjalanan. Mataku yang terlatih melirik kekiri dan kekanan sepanjang perjalanan, berharap mendapatkan sesuatu yang bisa membawaku ke petualangan dan pengalaman lain yang mendebarkan. Kondisi kemudian lintas yang lancar menciptakan perjalananku kali ini tidak menemui kendala yang berarti. Saat adzan Magrib berkumandang, saya telah hingga di kota Cianjur untuk sejenak beristirahat sambil menikmati minuman ringan yang dingin. Aku masih menimbang-nimbang untuk menentukan arah mana yang akan kuambil, lewat Puncak atau Sukabumi. Ingatanku pada Euis menjadi salah satu alasan hingga saya menentukan jalur alternatif kedua. Siapa tau saya bisa melanjutkan petualangan dengannya lagi. Nafsuku bangun seketika, menciptakan kemaluanku membesar dan mengeras. Cukup menyakitkan di balik celana Jeansku yang cukup ketat. Kuambil minuman energy dari lemari es sebelum kutinggalkan toko itu. Siapa tau saya membutuhkan energy "lebih" malam ini. Dengan kecepatan penuh, kuarahkan mobilku menuju kota Sukabumi.

Beberapa kilometer menjelang masuk kota, kucari nama Euis dari dalam Address Book telepon genggamku, kemudian kuhubungi. Kamipun setuju untuk bertemu di toko "Y..", salah satu swalayan besar dan populer yang ada di kota itu. Suaranya yang halus dan ceria membuatku tidak sabar untuk segera menemuinya. Kutekan pedal gas mobilku dalam-dalam, membuatnya berlari dengan kecepatan sangat tinggi. Sampai di tujuan, kuparkir mobilku di kawasan yang gampang untuk keluar, kemudian akupun masuk ke dalam toko yang besar dan sangat ramai itu. Diantara keramaian orang yang akan berbelanja atau sekedar berjalan-jalan, kulihat Euis berdiri sendirian sambil membaca tabloid remaja. Malam itu Euis mengenakan kaos ketat berwarna merah dipadukan dengan celana Jeans biru, harmonis dengan kulitnya yang tidak terlalu putih. Lekuk tubuhnya yang ramping dan seksi semakin terang terlihat. Ia membawa Travelling Bag yang tidak terlalu besar, yang digeletakkan di lantai sebelah kakinya. Kuhampiri ia kemudian kutegur.
".. Ech, Kang.. kok lama sekali?"
tanyanya manja. Kucium keningnya, kuambil tasnya kemudian kulingkarkan tanganku di pinggangnya menuju Food Court. Kami berdua menyantap makan malam sambil saling bercerita kesana kemari. Setelah kuperhatikan lebih seksama, Euis mempunyai mata yang sangat indah. Mata yang bening dan berbinar-binar itu sering kudapati menatapku lekat-lekat, entah apa yang ada dalam pikirannya. Dari pembicaraan, kuketahui bahwa ia sudah pamit pada kedua orang tuanya untuk kembali ke Bogor. Alasannya yaitu ingin menyiapkan diri sebelum kembali ke sekolah hari Senin yang akan datang. Dia memintaku untuk mengantarkannya ke kawasan kostnya di kota Bogor, yang tentu saja pribadi kusanggupi dengan senang.

Dalam perjalanan, Euis lebih banyak diam. Sesekali ia mengusap pipiku, kepalaku, sambil berkata:
".. Euis kangen Kang .."
Kalimat yang menciptakan hatiku kembali khawatir. Petualangan ini sudah mulai membahayakan pikirku. Euis juga bercerita bahwa ia tidak sanggup melupakan apa yang terjadi di malam itu. Ia sama sekali tidak menyesal, malah dengan terus terang ia menyampaikan ingin mengulanginya lagi suatu waktu. Sudah ketagihan rupanya. Di satu ruas jalan yang cukup sepi, ia mencuri cium bibirku sambil berkata:
".. Kang, maukah menemani Euis malam ini? .."
tanyanya, menciptakan birahiku bangun menciptakan kemaluanku mengeras dan membesar. Sambil tersenyum, kutatap ia sambil bertanya:
".. Dimana kita akan menginap malam ini? .."
yang dijawabnya dengan:
".. terserah, Kang ..".
Terbayang sudah di dalam pikiranku badan ramping telanjang yang tergeletak pasrah, siap mendapatkan serbuan kenikmatan yang akan kuberikan. Kuaktifkan telepon selularku menghubungi rumah mertuaku, untuk memberi khabar bahwa saya batal tiba malam ini. Sambil terus berusaha konsentrasi untuk mengarahkan mobilku, otakku bekerja keras mencari dimana kira-kira kawasan yang nyaman dan kondusif untuk menginap malam ini. Ada dua alternatif yang terbersit dalam pikiranku, LIDO atau sekalian di kota Bogornya. Yang pasti, saya tidak ingin melakukannya di kawasan kost, untuk menghindari hal-hal negatif yang mungkin saja terjadi. Karena LIDO penuh di final minggu, saya tetapkan untuk menuju ke Hotel "P.." di Bogor, yang sudah menerima konfirmasi kamar sesudah kuhubungi melalui telepon. Kutekan pedal gas dalam-dalam, menciptakan mesin 1600cc menggerung keras dan berlari dengan kecepatan sangat tinggi.

Setelah melalui mekanisme Check-In ibarat biasanya, sampailah kami dalam kamar di Lantai 5 Hotel bintang tiga yang cukup megah di Kota hujan ini. Setelah memberi tip sekedarnya pada RoomBoy yang mengantar, segera kupeluk ia sambil tetap berdiri dan kucium bibirnya penuh nafsu. Dengan nafas memburu, Euis membalas ciumanku sama ganasnya. Lidahnya yang garang dan hangat menyapu rongga mulutku, menciptakan nafsu birahi semakin tinggi. Kumasukkan tanganku menyusup ke bawah kaos merahnya, menyapu kulit punggungnya yang halus. Kutelusuri kulit punggungnya yang halus dari kiri ke kanan, atas ke bawah, sangat perlahan dan hati-hati. Dalam hati saya berniat untuk memperlihatkan kenikmatan yang tidak akan pernah ia lupakan, beberapa kali, berulang-ulang malam ini. Klik, tanganku yang terlatih berhasil melepas pengait BH-nya. Lalu tanpa kesulitan yang berarti, kuloloskan kaos merah ketat itu dari tubuhnya yang kemudian pribadi kulempar jauh-jauh entah kemana. Kudengar nafasnya semakin memburu dan mulai terdengar rintihan-rintihan lemah di antara pergumulan dua pengecap yang saling berkait dan memilin. Kulihat matanya terpejam, menciptakan bulu matanya yang lentik teranyam indah.
".. Euis sayang, kita mandi dulu yuk .."
kataku, yang dijawab dengan anggukan dan senyum manis. Aku tidak ingin terganggu oleh bebauan yang kurang sedap dari kewanitaannya dikala bercinta nanti. Sambil berpelukan, kami menuju kamar mandi.

Sesuai standar hotel bintang tiga pada umumnya, ruang kamar mandi yang cukup besar itu tertata sangat rapi, higienis dan wangi, dilengkapi dengan BathTub dan air hangat. Kusumbat lubang pembuangan air, kemudian kubuka besar-besar kran air panas dan dingin, untuk mengisi BathTub dengan air. Otakku bekerja mencari-cari apa yang akan kulakukan terhadap Euis selama mandi berendam nanti. Kulihat Euis sudah membuka Jeans dan celana dalamnya, menampilkan badan mungil dan seksi dalam keadaan telanjang bulat. Dengan takjub kuperhatikan payudaranya yang gres tumbuh dengan puting yang coklat kehitaman. Belum terlalu besar tetapi terlihat kencang dan kenyal. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang belum terlalu banyak, sungguh menciptakan kepalaku berdenyut-denyut menahan nafsu. Ia menghampiriku, kemudian membuka kancing kemejaku satu persatu. Dengan perlahan, dibukanya pengait ikat pinggangku, kancing celana jeansku, kemudian diturunkannya retsluiting perlahan-lahan. Aku melepas kemeja dan baju dalamku, sementara Euis menurunkan celana jeansku, sekalian dengan celana dalamnya. Kemaluanku pribadi mengacung keras, mempertontonkan kepalanya yang merah muda mengkilat beserta tonjolan otot-ototnya yang kehitaman. Dalam keadaan masih berjongkok, kulihat Euis menatap kebanggaanku itu dengan ekspresi muka yang tidak kumengerti. Sebenarnya saya ingin segera memasukkannya ke dalam lisan gadisku itu, dan membiarkannya melahap dan menjilatinya. Tapi kutahan alasannya belum higienis dan mungkin berbau kurang sedap. Kutarik Euis untuk berdiri, kemudian kembali kuciumi bibirnya dan kutelusuri rongga mulutnya dengan lidahku. Euis kembali menikmatinya sambil menutup mata dan merintih perlahan,
".. eegghh ..".
Sambil tetap berciuman, kubimbing ia mendekati BathTub kemudian masuk ke dalamnya. Air yang agak terlalu hangat menciptakan kemaluanku terasa ngilu, membuatnya sedikit melemas dan mengkerut. Kami saling menyabuni, sambil sesekali berciuman. Aku belum ingin melaksanakan apapun terhadapnya, selain memeluk dan menciumnya dalam-dalam.

Setelah hampir satu jam berendam, kami setuju untuk selesai. Air hangat menciptakan badan kami terasa segar dan bersih. Ia mengambil handuk, kemudian mulai membersihkan tubuhku terlebih dahulu. Dengan badung ia menggodaku. Sambil menghanduki kemaluanku, diremasnya agak keras membuatku berteriak kaget. Seiring dengan bangkitnya nafsu, kemaluanku pribadi membesar dan mengeras. Kurebut handuk dari tangannya, kemudian kuhanduki tubuhnya dengan tergesa-gesa. Kucium bibirnya sambil kugendong tubuhnya yang mungil keluar kamar mandi. Kuhempaskan Euis ke atas kawasan tidur yang empuk dan besar, kemudian kutindih dengan tubuhku yang besar dan kekar. Kamipun kembali berciuman, saling mengait dan memilin lidah, menciptakan nafsu dan birahi semakin menggelora. Batang kemaluanku semakin besar, keras dan berdenyut-denyut.

Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, pindah ke keningnya, kemudian dengan perlahan dan hati-hati, turun ke bawah. Kuciumi kedua matanya, bulu matanya, hidungnya, dan kedua pipinya bergantian. Kuciumi telinganya, belakang telinganya, kemudian kutelusuri lehernya yang semakin mendongak ke atas. Nafasnya semakin memburu sambil merintih pelan,
".. aacchh ..".
Dengan memakai lidah, kutelusuri bahunya secara perlahan, turun ke bawah melalui belahan dadanya menuju payudara. Kudaki bukit kembar itu dengan lidah, kuputari putingnya yang mengeras, sebelum akibatnya kukulum dan kumain-mainkan dengan lidah. Sesekali kuhisap agak berpengaruh menciptakan kepalanya semakin mendongak ke atas. Tangan kananku meremas payudaranya sebelah lagi. Dengan ibu jari dan telunjuk, kujepit dan kupelintir putingnya, sambil sesekali kutarik ke atas dan kulepaskan. Euis semakin meracau tidak jelas. Kepalanya terlempar kekiri dan kekanan menahan nikmat. Matanya yang tertutup dan bibirnya yang sedikit terbuka, menghadirkan pemandangan yang sangat merangsang.

Puas mengeksplorasi kedua payudaranya, kulanjutkan penelusuran tubuhnya. Dengan lidah, kuturuni tubuhnya perlahan dan hati-hati. Dari dada, turun ke perut kemudian kujilati pusarnya. Euis menggelinjang kegelian, sementara kedua jari tangannya meremas kepalaku dengan gemas. Lidahku turun semakin kebawah, ke paha, turun lagi perlahan hingga ke ujung kaki kanannya. Seluruh tubuhnya wangi sabun cair antiseptik yang selalu kubawa kemanapun juga. Berpindah ke kaki kiri, arah perjalanan berbalik. Dari ujung kaki, kuciumi kakinya naik ke atas. Melewati tungkai, lutut, paha terus ke atas hingga ke gundukan kewanitaannya yang terlihat sudah sangat basah. Kubuka lebar kedua pahanya, menyingkap belahan kemaluan yang ditumbuhi bulu tipis dan jarang. Bagian dalamnya yang berwarna merah dan berair membuatku tidak tahan untuk segera melahapnya. Perlahan kujilati permukaannya, kemudian dengan lidahku yang garang dan hangat, kukuakkan belahan itu, mencari tonjolan ujung syaraf yang kupastikan akan mendatangkan kenikmatan yang amat sangat baginya. Kuputar-putar lidahku sambil sesekali kuhisap, menciptakan Euis merintih semakin keras. Jari-jari tangannya semakin ganas meremas dan mencakar kulit kepalaku. Rintihan semakin keras, nafasnya semakin memburu, disertai dengan gerakan pinggul ke kiri ke kanan ke atas ke bawah tidak beraturan, semakin lama semakin menggila. Tiba-tiba pahanya menjepit kepalaku dengan kuat. Dengan kepala mendongak keatas dan jari tangan meremas kepalaku dengan kuat, Euis berteriak:
" .. AACCHH!! ..".
Kemudian badan mungil telanjang itu tergolek lemas, telentang pasrah. Gadisku sudah mencapai puncak kenikmatannya yang pertama. Kudaki tubuhnya, kupeluk dirinya kemudian kucium keningnya. Matanya yang lingkaran dan bening menatapku lekat-lekat, menyiratkan kepuasan dan kenikmatan yang amat sangat. Satu ronde pergumulan sudah berhasil kulalui dengan sempurna.

Tidak ingin membuang waktu lama-lama, sambil berbaring menyamping kuelus tubuhnya yang telanjang. Sebelah tanganku memeluk lehernya, sementara yang bebas menelusuri tubuhnya mulai telinga, leher, pundak kemudian ke payudara. Kuremas gundukan kenyal menggemaskan itu, kemudian kupelintir puting coklat kemerahan yang sudah kembali mengacung tegang. Berganti-ganti, kiri dan kanan, perlahan dan hati-hati. Nafasnya kembali memburu menunjukan birahinya bangun kembali. Ditariknya tubuhku menindih tubuhnya, kemudian diciumnya bibirku. Lidahnya kembali menguak dan menyentuh rongga mulutku dengan ganas. Tangannya yang halus secara naluriah mengelus dan bermain di puting payudaraku, menjadikan sensasi yang menyenangkan dan nikmat. Mungkin belum banyak yang tau bila payudara pria, walaupun kecil tetapi mempunyai tingkat sensitif yang sama baiknya dengan milik wanita. Tanganku bergerak turun, mengelus gundukan lembut berbulu halus. Jari tengahku menguak belahan berair dan hangat, kemudian kugerakkan naik turun menggosok klitorisnya. Euis kembali merintih dan mengerang keras. Deru nafasnya kembali memburu tidak beraturan. Tidak mau kalah, tangannya yang halus lembut beralih ke batang kemaluanku, meremas, mengelus dan menggerakkannya maju mundur, menjadikan kenikmatan yang membuatku ikut merintih. Dengan sangat perlahan, kumasukkan jari tengahku ke dalam rongga lembut dan hangat, menciptakan Euis merintih keras:
".. eegghh ..".
Kutelusuri dinding pecahan dalam rongga kewanitaannya, sambil sesekali kutekan agak keras. Aku selalu membayangkan, apa saja yang ada di dalamnya. Ujung jariku sanggup mencicipi adanya dua tonjolan, sebentuk susukan dan lainnya. Mungkin itu yaitu peranakan dan susukan telurnya. Kutekuk jariku menekan dinding pecahan atas. Kutekan jariku berulang-ulang sedikit keras, menciptakan kepala Euis kembali terlempar ke kiri ke kanan dengan liar. Karena sudah cukup pengalaman, dengan cepat saya sanggup menemukan titik ujung syaraf yang bisa menciptakan perempuan seakan terbang ke awang-awang. Letak dan bentuknya tidak sama pada semua wanita, tetapi yang pasti, begitu berhasil ditemukan, gerakan badan perempuan akan menggila menahan nikmat. Aku merubah posisi dengan berbaring telungkup di antara kedua pahanya. Sementara jariku terus menekan-nekan titik kenikmatan itu, lidahku bermain di pusat kenikmatan lainnya, menggosok, memutar dan sesekali menghisapnya. Euis semakin menggila. Suara rintihannya tidak terkendali lagi. Untunglah tadi saya sempat menghidupkan televisi dan mengeraskan suaranya. Walaupun begitu, saya yakin bunyi rintihan gadisku ini terdengar hingga ke lorong luar. Tapi, saya tidak peduli. Yang ada dalam pikiranku yaitu bagaimana caranya menciptakan gadisku ini kewalahan dan kepayahan mendapatkan serangan kenikmatan yang bertubi-tubi. Bagiku, keberhasilan membawa pasanganku ke puncak kenikmatan yang tidak terhingga merupakan kebahagiaan. Tubuh Euis terangkat tinggi, terduduk, menggelinjang liar, sebelum akibatnya kembali terhempas pasrah, telentang tidak berdaya. Dari rongga kewanitaannya menetes cairan bening dan hangat. Aku berhasil membuatnya ejakulasi. Sesuatu yang tidak semua perempuan sanggup mengalaminya. Satu ronde permainan lagi berhasil kulalui dengan sempurna.

Setelah kubiarkan beberapa dikala beristirahat dalam pelukanku untuk memulihkan tenaganya yang sudah terkuras habis, saya kembali melancarkan serangan kenikmatanku pada Euis. Kutindih badan mungilnya, kemudian kukulum dan kupelintir puting payudaranya dengan lidahku, berganti-ganti, kiri dan kanan. Euis kembali menggeliat dan merintih. Nafasnya kembali memburu menunjukan bahwa nafsu birahinya sudah kembali bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku sambil mengelus kulit punggungku. Tanganku yang satu menyangga berat tubuhku biar tidak memberati badan mungilnya, sedangkan yang bebas bergerak ke bawah mengarah ke kemaluannya. Kuelus gundukan dan bulu kemaluannya dengan perlahan, sementara jari tengahku kembali berusaha menguak celah hangat dan lembab. Masih cukup berair oleh cairan dari pergumulan sebelumnya, ditambah dengan rangsangan yang diterimanya dikala ini. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah mengeras tepat dengan tangan, kugosok-gosokkan ke klitorisnya, sebelum perlahan-lahan kutekan masuk. Euis merintih keras dan mengerutkan kening dikala batang kemaluanku perlahan menguak paksa rongga kewanitaannya. Kukunya menancap berpengaruh di punggungku menunjukan Euis sedang menahan rasa, entah sakit, nikmat, atau adonan dari keduanya. Kumasukkan seperempatnya, kemudian kutarik lagi beberapa kali, sebelum kutekan lebih masuk. Setengahnya, tiga perempatnya, dan tiba-tiba saya tidak peduli apakah Euis kesakitan atau tidak. Aku ingin membenamkan seluruhnya. Kutekan perlahan tapi pasti, hingga terasa bahwa batang kemaluanku sudah menyentuh ujung dalam rongga kewanitaannya. Euis seakan menjerit:
".. Heegghh ..".
Kukunya semakin berpengaruh menghunjam punggungku, dan kulihat ekspresi mukanya yang agak kesakitan. Kudiamkan sesaat. Sambil kucium matanya yang agak lembab dengan air mata, kutanyakan padanya:
".. Sakit, sayang?? ..".
Euis diam. Tidak mengangguk, tetapi tidak juga menggeleng. Kumundurkan pinggulku menarik batang itu keluar, kemudian kuhunjamkan lagi dalam-dalam. Euis merintih:
".. AACCHH ..".
Setelah beberapa kali ayunan, kulihat ekspresi mukanya sudah mulai tenang. Rintihan kesakitan sudah berganti dengan rintihan nikmat yang perlahan tapi sering, seiring keluar masuknya batang kemaluanku. Tubuhnya bergiyang keatas ke bawah terdorong oleh gerakan pinggulku maju mundur. Aku semakin semangat menggoyang, menguak dan mengoyak rongga lembut dan hangat itu. Kenikmatan tiada tara yang kurasakan membuatku ikut merintih secara tidak sadar
".. Aacchh.. hh.. uuhh ..".
Kulihat Euis sudah mulai sanggup menikmatinya. Pinggulnya digerakkan ke kiri ke kanan ke atas ke bawah, kadang berputar liar. Dinginnya udara AC tidak bisa membendung keringatku. Begitupun Euis. Kulihat di belahan dadanya terdapat butiran-butiran keringat, yang menciptakan tubuhnya berair menggairahkan. Euis berteriak dan berkata:
".. Adduhh, jangan.. sakiitt .."
saat kucoba menarik kedua kakinya dan meletakkan di pundakku. Rupanya kedalaman rongga kewanitaannya menjadi dangkal sehingga tidak sanggup mendapatkan hunjaman batang keras dan tidak mengecewakan panjang. Aku hampir lupa bahwa Euis gres tiga kali bersetubuh, sehingga kemaluannya belum terbiasa. Jemari Euis semakin liar mencakar punggungku, sementara kepalanya kembali terhempas ke kiri dan ke kanan. Bola matanya mendelik ke atas, hingga warna hitamnya hampir tidak kelihatan. Dengan teriakan yang cukup keras:
".. AACCHH!! ..",
tubuhnya melengkung ke atas, sebelum akibatnya terhempas lemas. Rongga hangat dan lembut itu berdenyut kuat, sebelum akibatnya berhenti. Ach, gadisku sudah mengalah lagi. Kuteruskan gerakanku menyodok dan menguak rongga kewanitaannya. Kadang kuputar pinggulku, menciptakan Euis merintih. Tubuhnya telentang pasrah, menciptakan payudaranya membusung menantang. Kukulum dan kuhisap keras puting payudaranya, sambil kupercepat irama gerakan pinggulku, maju mundur. Tekanan yang sangat jago kurasakan di ujung kemaluanku, semakin kuat, semakin kuat, dan tanpa bisa kutahan, kuhunjamkan batang itu dalam-dalam kemudian kumuntahkan lahar sperma sebanyak-banyaknya memenuhi rongga kewanitaannya. Aku sudah kehilangan daypikir untuk tidak melepaskannya di dalam. Kenikmatan birahi yang amat sangat membuatku tidak peduli lagi. Tubuhku terasa lemas seakan tanpa tulang. Kuhempaskan tubuhku menindih tubuhnya yang basah, sementara batang kemaluanku yang masih tertancap di rongga kewanitaannya, belum berhenti berdenyut. Kucium bibirnya, sambil kuucapkan:
".. Terima Kasih sayang ..".
".. Sama-sama Kang, nikmat sekali. Ampun Kang, Euis capek sekali. Euis sudah tidak berpengaruh lagi ..".
Ucapan selanjutnya pribadi membuatku tersengat:
".. Gimana bila Euis hingga hamil Kang? Euis takut .."
katanya. Aku belum sanggup menjawabnya. Kucium bibirnya, kemudian kutarik keluar kemaluanku yang mulai lemas. Kulihat seprei putih kawasan tidur bernoda darah, bercampur sperma dan cairan lain. Mungkin masih ada sisa-sisa selaput dara yang belum terkoyak pada dikala pertama dulu. Aku bangun berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan setiap kali selesai bersetubuh.

Malam itu, kami tidur berpelukan kelelahan, masih dalam keadaan telanjang. Bangun pagi kami melakukannya lagi, tidak kalah seru dengan pergumulan semalam. Begitupun sesudah makan pagi sebelum CheckOut. Sebenarnya saya berfantasi dan ingin mencoba beberapa posisi dengannya. Tapi gadisku ini masih belum terbiasa. Ia masih merasa kesakitan. Pada dikala makan pagi, belakang layar kumasukkan Pil Anti Hamil yang sudah dihancurkan ke dalam Juice Alpukatnya, yang diminum habis olehnya tanpa curiga. Mudah-mudahan obat itu bekerja dengan baik. Di luar dugaanku, Euis menolak keras dan agak murka dikala kutawarkan sejumlah uang, kalau-kalau ia membutuhkannya.

Setelah mengantarkan Euis ke kawasan kost, saya melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

Tamat



Subscribe to receive free email updates: